Minggu, 30 Desember 2007

Depag Teliti Agama Baha'i Di Donggala

Depag Teliti Agama Baha’i di Donggala Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Kamis, 01 November 2007

Keberadaan penganut agama Baha’i di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), mulai diteliti oleh Departemen Agama (Depag) setempat

Hidayatullah.com--Humas Kantor Wilayah Depag Sulteng Muhammad Ramli di Palu, Rabu, mengatakan, tim sudah bekerja di lapangan mengumpulkan data terkait dengan keberadaan keyakinan Baha’i di Desa Banpres Kecamatan Palolo, Donggala.

Menurut dia, ada dua hal mendasar yang menjadi fokus penelitian, yakni Baha’i aliran atau sekte dalam agama Islam dan metode penyebarannya di tengah masyarakat.

"Kedua hal ini memiliki dasar hukum yaitu, penodaan agama dan penyebaran agama tertentu kepada penganut agama lain," katanya.

Lebih lanjut Ramli menjelaskan, jika pengikut Baha’i mengklaim diri bagian dari agama tertentu, maka diserahkan kepada organisasi keagamaan bersangkutan melakukan pengkajian.

Organisasi keagamaan selanjutnya mengeluarkan fatwa atau keputusan soal keberadaan agama Baha’i tersebut sesat atau tidak. "Atas dasar keputusan tersebut, aparat keamanan mengambil tindakan," katanya.

Metode penyebaran agama Baha’i, lanjut Ramli, juga akan diteliti sebab penyebaran agama kepada warga yang sudah menganut agama lain tidak dibenarkan.

"Dalam waktu dekat Depag akan menentukan sikap soal Baha’i," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, sedikitnya tujuh kepala keluarga (31 jiwa) warga Desa Banpers Kecamatana Palolo Kabupaten Donggala melepas keyakinan Islam dan menganut agama Baha’i.

Pengikut Baha’i meyakini ajaran yang dianutnya paling benar dan universal yang dibawa oleh seorang nabi dan rasul Allah bernama Baha`ullah. Mereka menjadikan buku "Himpunan Petikan Tulisan Suci Bah’ullah" sebagai pedoman utama.

SBY Setuju Aliran Sesat Diperangi

Membongkar Aliran Sesat A to Z




Ahmad Mushaddeq
sang rasul

Lia Eden

Abdul Rahman

LDII

Ahmadiyah

NII KW IX

Baha'i

Pluralisme & JIL

Jamaah An Nadzir

Al-Wahidiyah
image
Islam-Sejati
Dari Redaksi
Akhir akhir ini terjadi fenomena bermunculannya berbagai "sekte/aliran/firqoh" di Indonesia. Namun sebenarnya fenomena ini bukanlah hal baru melainkan hanyalah perluasan dari praktek praktek "Aliran Kebathinan" yang sudah merajalela di bumi nusantara. Dari yang berbasis kebatinan - politik dan berpenampilan nyentrik dengan rambut dicat pirang ala John Travolta hingga berbagai aliran gendeng yang mengaku sebagai Jibril & Imam Mahdi yang telah di label sesat oleh MUI termasuk kaum Sepilis yang terang terangan menyerang aqidah ke Islaman. Dan fenomena tsb semakin diperparah dengan terlibatnya peran stasiun TV dalam pembodohan massal yang menjadikan atribut Islam sebagai stempel Liberalisme dan Hedonisme dan ditambah lagi dengan semrawutnya khazanah ke Islaman di Indonesia yang semakin membingungkan umat. Padahal sudah jelas syariat Islam tidak bisa ditawar tawar..
Sebagaimana dilansir oleh MUI bahwa Aliran Sesat Merupakan Skenario Asing dan juga sejalan dengan maraknya Praktek Pendangkalan Akidah maka bisa jadi Indonesia berada dalam target cengkraman Proyek Pemurtadan Global. Berbagai ulasan/artikel/berita sebelumnya tentang fenomena aliran dapat dilihat di halaman Kritik & Investigasi dan Counter Liberalisme serta Hikayat Swaramuslim. Mari kita pelajari agama & sejarah deng
Umum / Headline News
Senin, 05 November 2007 13:11 WIB
PRESIDEN MENDUKUNG FATWA MUI MELARANG ALIRAN SESAT
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Metrotvnews.com, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya angkat bicara soal aliran sesat yang marak belakangan ini. Presiden mendukung 13 butir masukan Majelis Ulama Indonesia untuk pemerintah, di mana butir pertama meminta pemerintah melakukan langkah tegas terhadap aliran sesat.

Hal itu diungkapkan Presiden saat membuka Rapat Kerja Nasional MUI 2007 di Istana Negara, Jakarta, Senin pagi. Dalam acara ini Ketua MUI Sahal Mahfud mengucapkan terima kasih kepada aparat berwenang yang bekerja cepat menindaklanjuti fatwa MUI tentang aliran sesat. Mahfud mengungkapkan terdapat banyak aliran sesat yang tersebar di pelosok Indonesia, meski sebagian besar berskala kecil.

Di bagian lain, Kepala Kepolisian Resor Metro Tangerang Komisaris Besar Polisi Hasanuddin menyatakan, aliran sesat Al Qiyadah Al Ilsmiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq sudah menyebar di wilayah Tangerang, Bentan. Diindikasikan aliran ini telah tersebar di dua hingga tiga titik.

Seusai apel bersama anggotanya, Hasanuddin mengatakan, saat ini Satuan Intelijen Polrestro Tangerang sudah bergerak untuk mencari informasi kegiatan dan keterlibatan warga Tangerang dalam aliran sesat tersebut. Menurut Hasanuddin, sesuai pemetaan dan informasi, warga yang terlibat ajaran sesat mencapai 20 orang.

Hasanuddin mengakui bahwa anggota Al Qiyadah Tangerang belum diamankan karena petugas masih mencari informasi lebih jauh tentang keterlibatan mereka. Saat ini Polrestro Tangerang sudah berkoordinasi dengan pihak MUI dan Pemerintah Kota Ttangerang untuk mengantisipasi semakin maraknya aliran sesat berkembang di Kota Tangerang.


Katsuwiryo,Mujahid Yang Istiqamah


Bismillahiirahmanirrahim

Berbicara tentang Kartosuwiryo yang nama lengkapnya adalah Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, tidak terlepas dari kegiatan awalnya dalam partai politik paling pertama di Indonesia, yaitu Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

Sebagai orang kepercayaan H.O.S. Cokroaminoto yang terkenal itu, maka Kartosuwiryo pernah menjabat Sekjen partai tersebut pada tahun 1931. Dan kemudian tetap duduk dalam pucuk pimpinan partai tersebut sampai pada tahun 1939, pada tahun mana beliau dipecat dari PSII karena perbedaan visi politik dengan beberapa tokoh partai tersebut, tentang konsep hijrahnya Kartosuwiryo. Seperti diketahui, Syarikat lslam adalah sebuah partai politik yang mempunyai disiplin baja dan bertindak keras terhadap siapapun yang melanggar disiplin organisasi. Dalam SI tidak ada tokoh yang besar atau kecil. Di mata organisasi, semua orang sama derajatnya. Maka tidak usah heran, jika tokoh-tokoh seperti Dr. Sukiman, Agus Salim, A.M. Sangaji, Mr. Mohammad Roem, Kartosuwiryo, Abikusno dan terakhir, Anwar Cokroaminoto, semuanya mengalami tindakan pemecatan dari Syarikat Islam.

Dan terhadap Muhammadiyah, sayap moderat Syarikat Islam (karena didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, salah seorang anggota pucuk pimpinan SI di bawah Cokroaminoto) pun dikenakan disiplin organisasi. Sebabnya, karena Muhammadiyah menerima subsidi (uang) dari pemerintah kolonial Belanda mulai 1926 di saat orang-orang lain melawan dengan sengitnya.

Bukan saja SI yang "marah" pada Muhammadiyah, tapi juga kaum pergerakan lainnya. Mr. A.K. Pringgodigdo, dalam bukunya yang terkenal: "Sejarah Pergerakan Rakyat Indonsia", mengatakan bahwa Muhammadiyah telah berada di luar pagar perjuangan. Penyakit "mengemis" dan meminta bantuan pemerintah itu tetap berlanjut sampai akhir ini. Dan hal inilah yang melemahkan semangat juang Muhammadiyah, dan karena ini pula Muhammadiyah mudah mengikuti arus dan mudah didikte sekalipun untuk mencoret asas Islam dari Undang-Undang Dasamya sendiri. Ya, oportunis, menjual diri dengan harga yang murah untuk membela yang bathil.

Sebagai orang yang konsekuen terhadap sikapnya, beliau Kartosuwiryo rela dipecat dari partainya sendiri, bahkan rela menyongsong maut ditembus peluru dalam memperjuangkan Darul Islam yang dicetuskan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Jawa Barat.

Beliau tertangkap pada tanggal 4 Juni 1962, setelah bergerilya 13 tahun lamanya. Kemudian beliau diadili pada bulan Agustus 1962 dan dieksekusi mati pada bulan September 1962.

Konon, untuk berubah dari tuntutan hukuman mati, kepadanya diminta supaya bersedia mencabut bai'atnya dan membatalkan proklamasi Darul Islam. Tawaran itu beliau tolak dan rela syahid ditembus peluru yang berlumuran darah. Itulah dia sikap pejuang yang jantan dan istiqamah, konsekuen dalam membela pendiriannya. Cuma ada pertanyaan masyarakat yang belum terjawab sampai kini: Mengapa begitu cepat dieksekusi mati? Padahal Dr. Subandrio, tokoh G.3O.S/PKI juga telah divonis mati, tetapi sampai sekarang hampir 30 tahun sudah, eksekusi mati belum dilaksanakan juga, malah akhirnya dibebaskan dari penjara oleh pemerintahan Soeharto. Mengapa ada ukuran ganda dalam pelaksanaan hukuman?

Bandingkanlah keteguhan pendirian Kartosuwiryo ini dengan sikap tokoh-tokoh Masyumi yang menyerah kalah dalam pemberontakan PRRI/ RPI di Sumatera. Untuk keluar bebas dari tahanan politik, kepada mereka disodorkan surat perjanjian yang berisi antara lain: Berjanji taat kepada Pancasila dan UUD 1945. Padahal mereka telah dengan tegas menolak Pancasila dan UUD '45 itu dalam sidang konstituante Bandung pada tahun 1957. Jelas mereka tidak istiqamah, tidak konsekuen dan tidak konsisten. Mereka tidak lulus dari testing politik, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh Kartosuwiryo. Sebenarnya kalau mereka menolak juga tidak ada resikonya.

Saya kira pemerintah menyodorkan surat perjanjian itu, hanyalah sekedar "ujian" dan gertak belaka, karena hal itu tidak ada dasar hukumnya, tidak ada dalam peraturan atau undang-undang yang mewajibkan tahanan politik untuk bebas dari tahanan, terlebih dahulu harus menandatangani suatu perjanjian atau membuat sebuah skripsi, umpamanya.

Mendapat Restu Panglima Besar Jendral Sudirman

Setelah perjanjian Renville ditandatangani antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948, maka pasukan Siliwangi harus "hijrah" dari Jawa Barat ke Yogyakarta, sehingga Jawa Barat dikuasai Belanda. Jelas perjanjian itu sangat merugikan Republik Indonesia. Waktu itu Jendral Sudirman menyambut kedatangan pasukan Siliwangi di Stasiun Tugu Yogyakarta. Seorang wartawan Antara yang dipercaya sang Jendral diajak oleh beliau naik mobil sang Panglima TNI itu.

Di atas mobil itulah sang wartawan bertanya kepada Jendral Sudirman:"Apakah siasat ini tidak merugikan kita?" pak Dirman menjawab, "Saya telah menempatkan orang kita di sana", seperti apa yang diceritakan oleh wartawan Antara itu kepada penulis.

Bung Tomo, bapak pahlawan pemberontak Surabaya, 10 November dan mantan menteri dalam negeri kabinet Burhanuddin Harahap, dalam sebuah buku kecil berjudul "Himbauan ", yang ditulis beliau pada tanggal 7 September 1977, mengatakan bahwa Pak Karto (Kartosuwiryo, pen.) telah mendapat restu dari Panglima Besar Sudirman.

Dalam keterangan itu, jelaslah bahwa waktu meninggalkan Yogyakarta pada tahun 1948 sebelum pergi ke Jawa Barat, beliau (Kartosuwiryo) pamit dan minta restu kepada Panglima Besar TNI itu dan diberi restu seperti keterangan Bung Tomo tersebut. Dikatakan dengan keterangan Jendral Sudirman kepada wartawan Antara di atas tadi, maka orang dapat menduga bahwa yang dimaksud "orang kita" atau orangnya Sudirman itu, tidak lain adalah Kartosuwiryo sendiri. Apalagi kalau diingat bahwa waktu itu Kartosuwiryo adalah orang penting dalam Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang pernah ditawari menjadi Menteri Muda Pertahanan, tetapi ditolaknya. Jabatan Menteri Muda Pertahanan itu ternyata kemudian diduduki oleh sahabat beliau sendiri, Arudji Kartawinata. Dapatlah dimengerti, kenapa Panglima Besar Sudirman tidak memerintahkan untuk menumpas DI/ TII ; dan yang menumpasnya adalah jendral AH. Nasution dan Ibrahim Adji. Alangkah banyaknya orang Islam yang mati terbunuh oleh Nasution dan Ibrahim Adji! Apakah itu bukan dosa?

Berjuang Mewujudkan Cita-Cita

Setelah memperhatikan kondisi dan situasi serta membaca peta politik, maka Kartosuwiryo mulai berjuang mewujudkan cita-citanya.

"In zeinem politischen Manifest, das kurz nach der Proklamation herausgebracht wurde, und in dem er sich gegen die Round Table Konferenz sowie di Grundig der Vereinigten Staaten van Indonesien wendet, erklart Kartosuwiryo, dass nun der Zeitpunkt gekommen sei, aan dem sich das Schiksal des Indonesischen Volkes, insbesondere der ummat Islam, entscheide. Der Kampf musse nun mit dem Islam weitergefuhrt werden bis der mardhatillah erreicht sei. Dies sei der einzige weg, die ummat Islam ven jeglicher Art von Unterdruckung auf dieser Welt und im Jenseite zu befreien. Die Feinde Allahs, der Religion, und des Negara Islam Indonesia mussten vernichtet werden, auf dass daas Gesetz des Islam in Ubereinstimmung mit der Lehre des Koran und der sunna des Propheten voll und ganz uberall in Indonesien verwirklicht werde"

Terjemahan SIN :

"Dalam Manifesto politiknya yang dikeluarkan tidak lama setelah proklamasi (Negara Islam Indonesia, SIN) dicanangkan, dan diadakannya Konferensi Meja Bundar yang menuju terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kartosuwiryo menerangkan, bahwa kini telah tiba saatnya untuk menentukan nasib bangsa Indonesia, khususnya ummat Islam. Perjuangan kini haruslah dilaksanakan lebih luas lagi dengan Islam, agar dapat tercapai Mardhatillah. Itu adalah satu-satunya cara (jalan) yang akan melepaskan ummat Islam dari segala bentuk penindasan di dunia dan di akhirat. Musuh Allah, (musuh) agama, dan (musuh) Negara Islam Indonesia haruslah dibinasakan, agar hukum Islam yang sesuai dengan ajaran Al-Qur'an, sunnah Nabi dapat terwujud secara lengkap di seluruh Indonesia".

Kartosuwiryo Sebagai Pemimpin Dan Wartawan

Dalam kongres Partai Syarikat Islam Hindia Timur (PSIHT), Desember 1927, Kartosuwiryo terpilih sebagai Sekretaris Umum (kini Sekjen) PSIHT. Dan dalam perkembangannya diputuskan bahwa, pengurus besar Partai dipindahkan ke Jakarta. Apabila Kartosuwiryo dilahirkan tanggal 1 Februari 1905, maka ketika ia terpilih sebagai Sekjen itu baru berumur 22 tahun. Setibanya di Jakarta, di samping bekerja sebagai Sekjen partai, dia juga terjun dalam bidang jurnalistik, bekerja sebagai redaktur "Fajar Asia ", surat kabar harian yang dikelola partai. Dalam waktu 16 bulan saja, dia terus berhasil naik dari korektor, reporter, wartawan dan akhirnya sebagai pejabat Kepala Redaksi. Sewaktu Agus Salim melawat ke Genewa untuk menghadiri Konferensi Liga Bangsa-bangsa dan Cokroammoto jatuh sakit, Kartosuwiryo dipercaya memimpin surat kabar "Fajar Asia" itu.

Dalam usia 22 tahun, Kartosuwiryo menjadi redaktur "Fajar Asia", dan mulailah ia menulis artikel. Mula mula ditujukan kepada penguasa kolonial, kemudian juga ditujukan kepada kaum bangsawan Jawa. Dalam artikelnya itu tergambar selain pendirian radikalnya juga sikap politiknya. Begitulah dia mengkritik Sultan (seharusnya: Sunan, sin) Solo, sewaktu merayakan HUT-nya yang ke-64 dan mengundang wartawan Belanda.

Mengenai Sunan dia menulis :

"Rasa kebangsaan ta'ada; ke-Islaman poen demikian poela halnja, kendatipoen ia menoeroet titelnja menjadi kepala agama Islam. Bangsanja dibelakangkan dan bangsa lain diberi hak jang lebih dari batas...... Jang soedah terang dan njata ialah: Boekan karena tjinta bangsa dan tanah air,.... melainkan karena keperloean diri sendiri belaka, keperloean yang bersangkoetan dengan kesoenanannya".

Kartosuwiryo dengan tulisan-tulisannya itu menyebabkan banyak mendapat musuh, baik dari kalangan penguasa, lebih-lebih dari kalangan bangsanya sendiri, dari golongan kaum nasionalis sekuler.

Menurut Holk H. Dengel, artikel-artikel yang tajam tidak ditandai dengan namanya sendiri, tetapi dengan nama samaran, yaitu Arjo Djipang.

"Kebangsaan kita dianggap aneh oleh Darmo Kondo. Djanganlah kira kalaoe kita kaoem kebangsaan jang berdasarkan kepada Islam dan ke-Islaman tidak berangan-angan Indonesia Merdeka. Tjita-tjita itoe boekan monopolinja collega dalam Darmo Kondo. Dan lagi djangan kira, bila kita orang Islam tidak senantiasa beroesaha dan ichtiar sedapat-dapatnja oentoek mentjapai tjita-tjita kita, soepaja kita dapat mengoeasai tanah air kita sendiri. Tjoema perbedaan antara collega dalam Darmo Kondo dan kita ialah, bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia bagi Nasionalisme kebangsaan Indonesia jang di njatakan oteh redaksi Darmo Konda itoe adalah poentjaknja jang setinggi-tingginya. Sedang kemerdekaan negeri toempah darah kita bagi kita hanjalah satoe sjarat, satoe djembatan jang haroes kita laloei oentoek mentjapai tjita-tjita kita jang lebih tinggi dan moelia, ialah kemerdelaran dan berlakoenja agama IsIam di tanah air kita Indonesia ini, dalam arti kata jang seloeas-loeasnja dan sebenar-benarnja. Djadi jang bagi kita hanja satoe sjarat itoe, bagi redaksi Darmo Kondo adalah maksoed dan toedjoean idoep jang tertinggi.

"Pertama-tama adalah kita moeslim, dan di dalam kemoesliman kita itoe adalah kita Nasionalist dan Patriot, jang menoedjoe kemerdekaan negeri toempah darah kita tidak tjoema dengan perkataan-perkataan jang hebat dalam vergadering sadja, tetapi pada tiap-tiap saat bersedia djoega mendjandjikan korban sedjalan apa sadja jang ada pada kita oentoek mentjari kemerdekaan negeri toempah darah kita.

Negara Islam

Darul Islam atau Negara Islam itulah puncak cita-cita Kartosuwiryo yang hendak dicapainya dengan perjuangan yang gagah berani.

Sementara itu ada pihak-pihak yang sinis mengatakan bahwa negara Islam itu tidak ada tersebut dalam Al-Qur'an. Inilah bicara yang tidak bertanggung jawab, karena kurangnya ilmu dan pengertian terhadap kitab suci itu. Yang amat menyedihkan, ucapan itu keluar dari kaum intelektual atau sarjana yang pernah belajar di negeri sekuler di luar negeri walaupun yang mengucapkan anak ulama sendiri. Ironisnya ialah para orang tua mereka dulu setiap pidato dimana-mana meneriakkan agar terwujudnya negara Islam, sedang anak-anak mereka membatalkan apa yang dikatakan orangtuanya, bahwa dalam Al-Qur'an tidak di sebut Allah Negara lslam.

Numpang tanya: Apakah dalam UUD '45 ada kata Pancasila? Tidak ada ! Kata Pancasila memang jelas tidak ada, tetapi bila orang mau mengerti dan membaca dengan teliti, maka jelas makna Pancasila ada dalam Mukaddimah UUD 1945 itu.

Demikian pula dalam Al-Qur'an, tak ada terdapat dan tertulis kata "Darul Islam" atau "Daulah Islamiyah". Tetapi bila orang mengerti dan mau mendalami pengetahuan agama Islam terutama tentang tafsir Al-Qur'an, maka tak ragu lagi bahwa mereka akan banyak bertemu dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang mengarah dan menuju Negara Islam itu. Ya, dapatlah dikatakan bahwa 6236 ayat Al-Qur'an di wahyukan Allah sebagai pedoman untuk membentuk masyarakat dan negara Islam yang sempurna dan ideal.

Ambillah sebuah ayat yang artinya berbunyi : "Masuklah kalian ke dalam agama Islam secara total menyeluruh, dun jangan kalian ikuti langkah-langkah syetan". (Qs. Al-Baqarah, 2:208).

Maksud total menyeluruh (kaffah) itu ialah dalam seluruh lapangan dan sektor kehidupan masyarakat dan negara, ummat Islam harus Islami atau berdasarkan Islam. Politik, ekonomi, kultural, pendidikan, kebudayaan dan lain lain, seluruhnya harus Islami atau berdasarkan Islam. Sayangnya ayat ini tidak direnungkan dan diterjemahkan dalam kehidupan bermasyrakat dan perjuangan kaum muslimm. Kaum intelektual kita lebih senang menggeluti dan menghayati kitab-kitab atau buku-buku iptek saja, buku-buku ekonomi atau buku-buku keagamaan yang ditulis oleh kaum orientalis yang anti Islam atau yang menuduh orang--orang yang ingin menerapkan ajaran Al-Quran dan sunnah secara murni, konsekuen dari konsisten sebagai "Fundamentalis dan Ekstrim".

Dan Alhamdulillah, mahasiswa-mahasiswa Islam yang lulusan Universitas atau Perguruan Tinggi Islam tidak ada terdengar yang berlaku sinis terhadap kitab suci Al-Qur'an itu, bahkan mereka ingin berjuang menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup bagi masyarakat dan negara. Yang sinis itu pada umumnya orang-orang yang pengetahuan agamanya terlalu minim atau orang-orang yang imannya lemah atau rusak karena diracuni oleh ajaran-ajaran sekuler yang sesat dan menyesatkan orang banyak seperti yang dilakukan oleh kaum nasionalis yang sekuler (kafir).

Dalam Qur'an surat Al-Baqarah ayat 208 itu, Allah swt. melarang kita menuruti langkah-langkah syetan yang menyesatkan kita. Jadi menyimpang dan Al-Qur'an dan sunnah, menyimpang dari masyarakat dan negara Islarn itu berarti menuruti langkah-langkah syetan yang merugikan dan menyesatkan kaurm muslimin.

Dan dalam manifest politik Kartosuwiryo seperti yang disebutkan di atas tadi, jelaslah bahwa beliau mengajak umat Islam untuk mencapai Mardhatillah, yaitu dengan menegakkan hukum Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasul. Itulah cita-cita Kartosuwiryo yang ingin dicapainya dengan perjuangan yang gagah perkasa.

Terus terang, penulis bukanlah pengikut Imam S.M. Kartosuwiryo. Tetapi kita semua dapat menghargai pemimpin yang jujur dan ikhlas berjihad memperjuangkan cita-citanya sebagaimana halnya Kartosuwiryo. Ia syahid sebelum cita-citanya tercapai, namun dia telah menebus cita-citanya yang mulia itu dengan darah dan jiwanya sendiri, seperti halnya pemimpin-pemimpin Ikhwanul Muslimin Mesir yang syahid di atas tiang gantungan musuh-musuhnya yang zalim. Berbeda dengan Abdul Qadir Audah, seorang hakim dan sarjana hukum di Kairo yang divonis mati dan dieksekusi di tiang gantungan, tetapi persatuan pengacara Mesir memprotes dan sepakat menuntut pemerintahnya supaya diadakan sidang pengadilan ulangan untuk mengetahui bagaimana jalannya pengadilan itu supaya diketahui oleh umum. Dan terhadap Kartosuwiryo yang divonis dalam sidang pengadilan tertutup, tak seorangpun pengacara Indonesia atau persatuan pengacara yang menuntut ulang bagaimana sidang pengadilan berlangsung. Namun demikian, ia tetap dipandang dan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang istiqamah, konsekuen dan konsisten sampai akhir hayatnya.

Allah berfirman: "Janganlah kamu berkata tentang orang yang syahid di jalan Allah, bahwa mereka itu telah mati. Tidak! Mereka itu tetap hidup, meskipun kamu tidak menyadarinya". (Qs. Al Baqarah : 154).

Wabillahi Taufiq Wal Hidayah, wabillahi fi sabilil Haq.

Katsuwiryo,Mujahid Yang Istiqamah

SM Kartosuwiryo, Mujahid yang Istiqomah

Bismillahiirahmanirrahim

Berbicara tentang Kartosuwiryo yang nama lengkapnya adalah Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, tidak terlepas dari kegiatan awalnya dalam partai politik paling pertama di Indonesia, yaitu Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

Sebagai orang kepercayaan H.O.S. Cokroaminoto yang terkenal itu, maka Kartosuwiryo pernah menjabat Sekjen partai tersebut pada tahun 1931. Dan kemudian tetap duduk dalam pucuk pimpinan partai tersebut sampai pada tahun 1939, pada tahun mana beliau dipecat dari PSII karena perbedaan visi politik dengan beberapa tokoh partai tersebut, tentang konsep hijrahnya Kartosuwiryo. Seperti diketahui, Syarikat lslam adalah sebuah partai politik yang mempunyai disiplin baja dan bertindak keras terhadap siapapun yang melanggar disiplin organisasi. Dalam SI tidak ada tokoh yang besar atau kecil. Di mata organisasi, semua orang sama derajatnya. Maka tidak usah heran, jika tokoh-tokoh seperti Dr. Sukiman, Agus Salim, A.M. Sangaji, Mr. Mohammad Roem, Kartosuwiryo, Abikusno dan terakhir, Anwar Cokroaminoto, semuanya mengalami tindakan pemecatan dari Syarikat Islam.

Dan terhadap Muhammadiyah, sayap moderat Syarikat Islam (karena didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, salah seorang anggota pucuk pimpinan SI di bawah Cokroaminoto) pun dikenakan disiplin organisasi. Sebabnya, karena Muhammadiyah menerima subsidi (uang) dari pemerintah kolonial Belanda mulai 1926 di saat orang-orang lain melawan dengan sengitnya.

Bukan saja SI yang "marah" pada Muhammadiyah, tapi juga kaum pergerakan lainnya. Mr. A.K. Pringgodigdo, dalam bukunya yang terkenal: "Sejarah Pergerakan Rakyat Indonsia", mengatakan bahwa Muhammadiyah telah berada di luar pagar perjuangan. Penyakit "mengemis" dan meminta bantuan pemerintah itu tetap berlanjut sampai akhir ini. Dan hal inilah yang melemahkan semangat juang Muhammadiyah, dan karena ini pula Muhammadiyah mudah mengikuti arus dan mudah didikte sekalipun untuk mencoret asas Islam dari Undang-Undang Dasamya sendiri. Ya, oportunis, menjual diri dengan harga yang murah untuk membela yang bathil.

Sebagai orang yang konsekuen terhadap sikapnya, beliau Kartosuwiryo rela dipecat dari partainya sendiri, bahkan rela menyongsong maut ditembus peluru dalam memperjuangkan Darul Islam yang dicetuskan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Jawa Barat.

Beliau tertangkap pada tanggal 4 Juni 1962, setelah bergerilya 13 tahun lamanya. Kemudian beliau diadili pada bulan Agustus 1962 dan dieksekusi mati pada bulan September 1962.

Konon, untuk berubah dari tuntutan hukuman mati, kepadanya diminta supaya bersedia mencabut bai'atnya dan membatalkan proklamasi Darul Islam. Tawaran itu beliau tolak dan rela syahid ditembus peluru yang berlumuran darah. Itulah dia sikap pejuang yang jantan dan istiqamah, konsekuen dalam membela pendiriannya. Cuma ada pertanyaan masyarakat yang belum terjawab sampai kini: Mengapa begitu cepat dieksekusi mati? Padahal Dr. Subandrio, tokoh G.3O.S/PKI juga telah divonis mati, tetapi sampai sekarang hampir 30 tahun sudah, eksekusi mati belum dilaksanakan juga, malah akhirnya dibebaskan dari penjara oleh pemerintahan Soeharto. Mengapa ada ukuran ganda dalam pelaksanaan hukuman?

Bandingkanlah keteguhan pendirian Kartosuwiryo ini dengan sikap tokoh-tokoh Masyumi yang menyerah kalah dalam pemberontakan PRRI/ RPI di Sumatera. Untuk keluar bebas dari tahanan politik, kepada mereka disodorkan surat perjanjian yang berisi antara lain: Berjanji taat kepada Pancasila dan UUD 1945. Padahal mereka telah dengan tegas menolak Pancasila dan UUD '45 itu dalam sidang konstituante Bandung pada tahun 1957. Jelas mereka tidak istiqamah, tidak konsekuen dan tidak konsisten. Mereka tidak lulus dari testing politik, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh Kartosuwiryo. Sebenarnya kalau mereka menolak juga tidak ada resikonya.

Saya kira pemerintah menyodorkan surat perjanjian itu, hanyalah sekedar "ujian" dan gertak belaka, karena hal itu tidak ada dasar hukumnya, tidak ada dalam peraturan atau undang-undang yang mewajibkan tahanan politik untuk bebas dari tahanan, terlebih dahulu harus menandatangani suatu perjanjian atau membuat sebuah skripsi, umpamanya.

Mendapat Restu Panglima Besar Jendral Sudirman

Setelah perjanjian Renville ditandatangani antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948, maka pasukan Siliwangi harus "hijrah" dari Jawa Barat ke Yogyakarta, sehingga Jawa Barat dikuasai Belanda. Jelas perjanjian itu sangat merugikan Republik Indonesia. Waktu itu Jendral Sudirman menyambut kedatangan pasukan Siliwangi di Stasiun Tugu Yogyakarta. Seorang wartawan Antara yang dipercaya sang Jendral diajak oleh beliau naik mobil sang Panglima TNI itu.

Di atas mobil itulah sang wartawan bertanya kepada Jendral Sudirman:"Apakah siasat ini tidak merugikan kita?" pak Dirman menjawab, "Saya telah menempatkan orang kita di sana", seperti apa yang diceritakan oleh wartawan Antara itu kepada penulis.

Bung Tomo, bapak pahlawan pemberontak Surabaya, 10 November dan mantan menteri dalam negeri kabinet Burhanuddin Harahap, dalam sebuah buku kecil berjudul "Himbauan ", yang ditulis beliau pada tanggal 7 September 1977, mengatakan bahwa Pak Karto (Kartosuwiryo, pen.) telah mendapat restu dari Panglima Besar Sudirman.

Dalam keterangan itu, jelaslah bahwa waktu meninggalkan Yogyakarta pada tahun 1948 sebelum pergi ke Jawa Barat, beliau (Kartosuwiryo) pamit dan minta restu kepada Panglima Besar TNI itu dan diberi restu seperti keterangan Bung Tomo tersebut. Dikatakan dengan keterangan Jendral Sudirman kepada wartawan Antara di atas tadi, maka orang dapat menduga bahwa yang dimaksud "orang kita" atau orangnya Sudirman itu, tidak lain adalah Kartosuwiryo sendiri. Apalagi kalau diingat bahwa waktu itu Kartosuwiryo adalah orang penting dalam Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang pernah ditawari menjadi Menteri Muda Pertahanan, tetapi ditolaknya. Jabatan Menteri Muda Pertahanan itu ternyata kemudian diduduki oleh sahabat beliau sendiri, Arudji Kartawinata. Dapatlah dimengerti, kenapa Panglima Besar Sudirman tidak memerintahkan untuk menumpas DI/ TII ; dan yang menumpasnya adalah jendral AH. Nasution dan Ibrahim Adji. Alangkah banyaknya orang Islam yang mati terbunuh oleh Nasution dan Ibrahim Adji! Apakah itu bukan dosa?

Berjuang Mewujudkan Cita-Cita

Setelah memperhatikan kondisi dan situasi serta membaca peta politik, maka Kartosuwiryo mulai berjuang mewujudkan cita-citanya.

"In zeinem politischen Manifest, das kurz nach der Proklamation herausgebracht wurde, und in dem er sich gegen die Round Table Konferenz sowie di Grundig der Vereinigten Staaten van Indonesien wendet, erklart Kartosuwiryo, dass nun der Zeitpunkt gekommen sei, aan dem sich das Schiksal des Indonesischen Volkes, insbesondere der ummat Islam, entscheide. Der Kampf musse nun mit dem Islam weitergefuhrt werden bis der mardhatillah erreicht sei. Dies sei der einzige weg, die ummat Islam ven jeglicher Art von Unterdruckung auf dieser Welt und im Jenseite zu befreien. Die Feinde Allahs, der Religion, und des Negara Islam Indonesia mussten vernichtet werden, auf dass daas Gesetz des Islam in Ubereinstimmung mit der Lehre des Koran und der sunna des Propheten voll und ganz uberall in Indonesien verwirklicht werde"

Terjemahan SIN :

"Dalam Manifesto politiknya yang dikeluarkan tidak lama setelah proklamasi (Negara Islam Indonesia, SIN) dicanangkan, dan diadakannya Konferensi Meja Bundar yang menuju terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kartosuwiryo menerangkan, bahwa kini telah tiba saatnya untuk menentukan nasib bangsa Indonesia, khususnya ummat Islam. Perjuangan kini haruslah dilaksanakan lebih luas lagi dengan Islam, agar dapat tercapai Mardhatillah. Itu adalah satu-satunya cara (jalan) yang akan melepaskan ummat Islam dari segala bentuk penindasan di dunia dan di akhirat. Musuh Allah, (musuh) agama, dan (musuh) Negara Islam Indonesia haruslah dibinasakan, agar hukum Islam yang sesuai dengan ajaran Al-Qur'an, sunnah Nabi dapat terwujud secara lengkap di seluruh Indonesia".

Kartosuwiryo Sebagai Pemimpin Dan Wartawan

Dalam kongres Partai Syarikat Islam Hindia Timur (PSIHT), Desember 1927, Kartosuwiryo terpilih sebagai Sekretaris Umum (kini Sekjen) PSIHT. Dan dalam perkembangannya diputuskan bahwa, pengurus besar Partai dipindahkan ke Jakarta. Apabila Kartosuwiryo dilahirkan tanggal 1 Februari 1905, maka ketika ia terpilih sebagai Sekjen itu baru berumur 22 tahun. Setibanya di Jakarta, di samping bekerja sebagai Sekjen partai, dia juga terjun dalam bidang jurnalistik, bekerja sebagai redaktur "Fajar Asia ", surat kabar harian yang dikelola partai. Dalam waktu 16 bulan saja, dia terus berhasil naik dari korektor, reporter, wartawan dan akhirnya sebagai pejabat Kepala Redaksi. Sewaktu Agus Salim melawat ke Genewa untuk menghadiri Konferensi Liga Bangsa-bangsa dan Cokroammoto jatuh sakit, Kartosuwiryo dipercaya memimpin surat kabar "Fajar Asia" itu.

Dalam usia 22 tahun, Kartosuwiryo menjadi redaktur "Fajar Asia", dan mulailah ia menulis artikel. Mula mula ditujukan kepada penguasa kolonial, kemudian juga ditujukan kepada kaum bangsawan Jawa. Dalam artikelnya itu tergambar selain pendirian radikalnya juga sikap politiknya. Begitulah dia mengkritik Sultan (seharusnya: Sunan, sin) Solo, sewaktu merayakan HUT-nya yang ke-64 dan mengundang wartawan Belanda.

Mengenai Sunan dia menulis :

"Rasa kebangsaan ta'ada; ke-Islaman poen demikian poela halnja, kendatipoen ia menoeroet titelnja menjadi kepala agama Islam. Bangsanja dibelakangkan dan bangsa lain diberi hak jang lebih dari batas...... Jang soedah terang dan njata ialah: Boekan karena tjinta bangsa dan tanah air,.... melainkan karena keperloean diri sendiri belaka, keperloean yang bersangkoetan dengan kesoenanannya".

Kartosuwiryo dengan tulisan-tulisannya itu menyebabkan banyak mendapat musuh, baik dari kalangan penguasa, lebih-lebih dari kalangan bangsanya sendiri, dari golongan kaum nasionalis sekuler.

Menurut Holk H. Dengel, artikel-artikel yang tajam tidak ditandai dengan namanya sendiri, tetapi dengan nama samaran, yaitu Arjo Djipang.

"Kebangsaan kita dianggap aneh oleh Darmo Kondo. Djanganlah kira kalaoe kita kaoem kebangsaan jang berdasarkan kepada Islam dan ke-Islaman tidak berangan-angan Indonesia Merdeka. Tjita-tjita itoe boekan monopolinja collega dalam Darmo Kondo. Dan lagi djangan kira, bila kita orang Islam tidak senantiasa beroesaha dan ichtiar sedapat-dapatnja oentoek mentjapai tjita-tjita kita, soepaja kita dapat mengoeasai tanah air kita sendiri. Tjoema perbedaan antara collega dalam Darmo Kondo dan kita ialah, bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia bagi Nasionalisme kebangsaan Indonesia jang di njatakan oteh redaksi Darmo Konda itoe adalah poentjaknja jang setinggi-tingginya. Sedang kemerdekaan negeri toempah darah kita bagi kita hanjalah satoe sjarat, satoe djembatan jang haroes kita laloei oentoek mentjapai tjita-tjita kita jang lebih tinggi dan moelia, ialah kemerdelaran dan berlakoenja agama IsIam di tanah air kita Indonesia ini, dalam arti kata jang seloeas-loeasnja dan sebenar-benarnja. Djadi jang bagi kita hanja satoe sjarat itoe, bagi redaksi Darmo Kondo adalah maksoed dan toedjoean idoep jang tertinggi.

"Pertama-tama adalah kita moeslim, dan di dalam kemoesliman kita itoe adalah kita Nasionalist dan Patriot, jang menoedjoe kemerdekaan negeri toempah darah kita tidak tjoema dengan perkataan-perkataan jang hebat dalam vergadering sadja, tetapi pada tiap-tiap saat bersedia djoega mendjandjikan korban sedjalan apa sadja jang ada pada kita oentoek mentjari kemerdekaan negeri toempah darah kita.

Negara Islam

Darul Islam atau Negara Islam itulah puncak cita-cita Kartosuwiryo yang hendak dicapainya dengan perjuangan yang gagah berani.

Sementara itu ada pihak-pihak yang sinis mengatakan bahwa negara Islam itu tidak ada tersebut dalam Al-Qur'an. Inilah bicara yang tidak bertanggung jawab, karena kurangnya ilmu dan pengertian terhadap kitab suci itu. Yang amat menyedihkan, ucapan itu keluar dari kaum intelektual atau sarjana yang pernah belajar di negeri sekuler di luar negeri walaupun yang mengucapkan anak ulama sendiri. Ironisnya ialah para orang tua mereka dulu setiap pidato dimana-mana meneriakkan agar terwujudnya negara Islam, sedang anak-anak mereka membatalkan apa yang dikatakan orangtuanya, bahwa dalam Al-Qur'an tidak di sebut Allah Negara lslam.

Numpang tanya: Apakah dalam UUD '45 ada kata Pancasila? Tidak ada ! Kata Pancasila memang jelas tidak ada, tetapi bila orang mau mengerti dan membaca dengan teliti, maka jelas makna Pancasila ada dalam Mukaddimah UUD 1945 itu.

Demikian pula dalam Al-Qur'an, tak ada terdapat dan tertulis kata "Darul Islam" atau "Daulah Islamiyah". Tetapi bila orang mengerti dan mau mendalami pengetahuan agama Islam terutama tentang tafsir Al-Qur'an, maka tak ragu lagi bahwa mereka akan banyak bertemu dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang mengarah dan menuju Negara Islam itu. Ya, dapatlah dikatakan bahwa 6236 ayat Al-Qur'an di wahyukan Allah sebagai pedoman untuk membentuk masyarakat dan negara Islam yang sempurna dan ideal.

Ambillah sebuah ayat yang artinya berbunyi : "Masuklah kalian ke dalam agama Islam secara total menyeluruh, dun jangan kalian ikuti langkah-langkah syetan". (Qs. Al-Baqarah, 2:208).

Maksud total menyeluruh (kaffah) itu ialah dalam seluruh lapangan dan sektor kehidupan masyarakat dan negara, ummat Islam harus Islami atau berdasarkan Islam. Politik, ekonomi, kultural, pendidikan, kebudayaan dan lain lain, seluruhnya harus Islami atau berdasarkan Islam. Sayangnya ayat ini tidak direnungkan dan diterjemahkan dalam kehidupan bermasyrakat dan perjuangan kaum muslimm. Kaum intelektual kita lebih senang menggeluti dan menghayati kitab-kitab atau buku-buku iptek saja, buku-buku ekonomi atau buku-buku keagamaan yang ditulis oleh kaum orientalis yang anti Islam atau yang menuduh orang--orang yang ingin menerapkan ajaran Al-Quran dan sunnah secara murni, konsekuen dari konsisten sebagai "Fundamentalis dan Ekstrim".

Dan Alhamdulillah, mahasiswa-mahasiswa Islam yang lulusan Universitas atau Perguruan Tinggi Islam tidak ada terdengar yang berlaku sinis terhadap kitab suci Al-Qur'an itu, bahkan mereka ingin berjuang menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup bagi masyarakat dan negara. Yang sinis itu pada umumnya orang-orang yang pengetahuan agamanya terlalu minim atau orang-orang yang imannya lemah atau rusak karena diracuni oleh ajaran-ajaran sekuler yang sesat dan menyesatkan orang banyak seperti yang dilakukan oleh kaum nasionalis yang sekuler (kafir).

Dalam Qur'an surat Al-Baqarah ayat 208 itu, Allah swt. melarang kita menuruti langkah-langkah syetan yang menyesatkan kita. Jadi menyimpang dan Al-Qur'an dan sunnah, menyimpang dari masyarakat dan negara Islarn itu berarti menuruti langkah-langkah syetan yang merugikan dan menyesatkan kaurm muslimin.

Dan dalam manifest politik Kartosuwiryo seperti yang disebutkan di atas tadi, jelaslah bahwa beliau mengajak umat Islam untuk mencapai Mardhatillah, yaitu dengan menegakkan hukum Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasul. Itulah cita-cita Kartosuwiryo yang ingin dicapainya dengan perjuangan yang gagah perkasa.

Terus terang, penulis bukanlah pengikut Imam S.M. Kartosuwiryo. Tetapi kita semua dapat menghargai pemimpin yang jujur dan ikhlas berjihad memperjuangkan cita-citanya sebagaimana halnya Kartosuwiryo. Ia syahid sebelum cita-citanya tercapai, namun dia telah menebus cita-citanya yang mulia itu dengan darah dan jiwanya sendiri, seperti halnya pemimpin-pemimpin Ikhwanul Muslimin Mesir yang syahid di atas tiang gantungan musuh-musuhnya yang zalim. Berbeda dengan Abdul Qadir Audah, seorang hakim dan sarjana hukum di Kairo yang divonis mati dan dieksekusi di tiang gantungan, tetapi persatuan pengacara Mesir memprotes dan sepakat menuntut pemerintahnya supaya diadakan sidang pengadilan ulangan untuk mengetahui bagaimana jalannya pengadilan itu supaya diketahui oleh umum. Dan terhadap Kartosuwiryo yang divonis dalam sidang pengadilan tertutup, tak seorangpun pengacara Indonesia atau persatuan pengacara yang menuntut ulang bagaimana sidang pengadilan berlangsung. Namun demikian, ia tetap dipandang dan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang istiqamah, konsekuen dan konsisten sampai akhir hayatnya.

Allah berfirman: "Janganlah kamu berkata tentang orang yang syahid di jalan Allah, bahwa mereka itu telah mati. Tidak! Mereka itu tetap hidup, meskipun kamu tidak menyadarinya". (Qs. Al Baqarah : 154).

Wabillahi Taufiq Wal Hidayah, wabillahi fi sabilil Haq.

Jaringan Aksi Misionaris Dunia

Bukan rahasia lagi jika masalah ini sangat diketahui banyak orang. Aksi misionaris dunia dengan dana dan jaringan aksi yang kuat layak dicermati dan diwaspadai. Masihkah kita berdiam diri?

Jerit tangis ketakutan tatkala ombak menggulung kawasan Aceh dan Sumatera Utara, menimbulkan duka yang begitu menyayat. Ratusan ribu jiwa lenyap ditelan keganasan gelombang tsunami yang menyapu kawasan tersebut. Ibu kehilangan anaknya, suami kehilangan isteri, anak kehilangan orang tua. Bantuan pun mengalir dari seluruh penjuru dunia, dengan harapan dapat meringankan penderitaan mereka. Namun ada di antara para dermawan tersebut, tersembunyi maksud jahat dari musuh musuh Islam dan kaum muslimin. Bencana itu dijadikan arena untuk menghancurkan kaum muslimin.

Di tengah duka nestapa anak-anak yang kehilangan orang tuanya, muncul lembaga semacam WorldHelp. Berkedok memberi pertolongan, ternyata malah melarikan 300 anak-anak generasi penerus kaum muslimin dari bumi Serambi Mekah, untuk dididik secara Kristen. Berita tersebut dilansir oleh Washington Post (13 Januari 2005). Lembaga misionaris yang berbasis di Virginia tersebut, mendapatkan sokongan dana dari kelompok Kristen Evangelis di seluruh dunia. Vernon Brewer Presiden WorldHelp menyatakan, pihaknya menyediakan dana sebesar 70 ribu dollar AS dan sedang mencari dana tambahan sebesar 350 dollar AS untuk membangun panti asuhan yatim piatu.

Fakta tersebut menguak motif sebenarnya dari bantuan yang diberikan oleh orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Bagi mereka tidak ada bantuan tanpa imbalan, sekaligus membuktikan kebenaran firman Allah Swt.: أ¢â‚¬إ“Dan sungguh tidak akan pernah ridho orang-orang Yahudi dan Nasrani hingga mereka menjadikan kamu mengikuti millah merekaأ¢â‚¬آ‌ (QS al-Baqarah [2]: 120)

Misi kristenisasi di dunia
Terkuaknya skandal WorldHelp sebenarnya hanya sebagian kecil dari sekian banyak aktivitas misi kristenisasi di dunia. Agak sulit melacak aktivitas mereka secara detail sebab misi mereka berkamuflase di balik lembaga-lembaga mantel.

Sekarang ini di dunia terdapat lebih dari 220 ribu missionaris (137.000 Katholik dan 82.000 Protestan). Kebanyakan mereka dikirim oleh lembaga Southern Baptist Conventon. Jaringan kerjasama antar lembaga seperti Christar dengan beberapa organisasi Arab. Kemudian ada Frontiers, lembaga terbesar yang dikelola Rick Love tersebut, mengkhususkan diri dalam kegiatan pemurtadan umat Muslim di seluruh dunia. Menyebarkan 800 misionaris ke-50 negara Muslim mulai dari Asia Pasifik hingga Afrika Selatan. Mereka menyamar dengan berprofesi sebagai guru, konsultan, akuntan, wartawan, aktivis LSM, juru rawat, pengusaha, dan designer.

Ada CBN WorldReach, Penginjilan Global dari Christian Broadcasting Network, dirancang untuk menyebarkan Injil kepada 3 juta orang melalui media massa dan pelayanan pribadi. Mereka mempunyai jaringan lebih dari 200 negara, seperti Operation Sunrise Africa dan CBN Indonesia.

Di antara yayasan-yayasan misionaris yang aktif di Indonesia adalah Nehemia Foundation yang sering disebut sebagai CCN. Misi kristenisasi juga berlindung di balik organisasi internasional seperti, WHO, FAO, UNESCO dan UNICEF. Dalam sensus tahun 1975 terdapat 8.504 missionaris sukarela Protestan. 5.393 orang missionaris sukarela Katolik.

Missi Kristen juga bercokol di 38 negara Afrika, jumlahnya mencapai ribuan, memiliki 119.000 missionaris laki-laki dan perempuan. Anggaran mereka sebesar 2 milyar dollar AS tiap tahun. Di Sudan misi kristenisasi berlindung di balik lembaga Direct Relief (DR), lembaga bantuan penyuplai alat-alat pengeboran air dan generatornya.

Organisasi-organisasi Kristen di Ghana bergabung membentuk Dewan Kristen Ghana pada tahun 1929, dengan perwakilan yang mencakup aliran Metodis, Anglikan, Mennonit, Presbiterian, Metodis Episkopal Zionis Afrika, Metodis Kristen, Lutherian Evangelis, Baptis dan masih banyak lagi. Organisasi itu mendasari gerakannya untuk mengembangkan agama Kristen.

Di Bangladesh gerakan misionaris mulai berjalan tahun 1793 di bawah naungan British Baptist Misionarries Society. Sampaiأ‚آ tahun 1980, ada 21 kelompok misionaris Protestan yang aktif di Bangladesh dan memiliki 270 pekerja asing. Saat ini grup misionaris terbesar bernama Association of Baptist for World Evangelization yang memiliki 40 orang pekerja misionaris asing. Disamping itu ada juga pusat pendidikan Holy Cross yang menyebarluaskan propaganda kebebasan perempuan.

Organisasi-oraganisasi tersebut mengadakan pertemuan seluruh dunia sekali setiap 6 atau 7 tahun, berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lain. Konferensi Colorado 15 Oktober 1978 tergolong konferensi paling berbahaya. Tema konferensi ialah أ¢â‚¬إ“Konferensi Amerika Selatan untuk Mengkristenkan Ummat Islamأ¢â‚¬آ‌. Pesertanya sekitar 50 orang mewakili organisasi-organisasi Kristen paling aktif di dunia. Hasilnya berupa satu strategi yang dirahasiakan karena dipandang sangat berbahaya. Antara lain diputuskan anggaran biaya sebesar satu miliar dolar AS untuk program kristenisasi. Dana sebesar itu benar-benar terkumpul dan didepositokan di salah satu bank terbesar di Amerika Serikat. Mengenai sumber dananya sulit diketahui, sebab hal tersebut juga sangat rahasia.

Hasil aksi yang dilakukannya
Tujuan gerakan mereka jelas ingin menghancurkan Islam. Gerakan misionaris sudah dimulai berabad-abad lalu setelah mereka gagal megalahkan Islam dengan kekuatan senjata. Didukung oleh kekuatan negara mereka mendirikan pusat-pusat misionaris di wilayah Khilafah Ustmani, seperti Malta, Lebanon dan Syiria. Puncaknya mereka mendirikan Universitas Amerika di Beirut, dan Universitas Saint Joseph tahun 1874.

Gerakan mereka selanjutnya diarahkan untuk menjadikan Ummat Islam meninggalkan ajaran Islam dan mulai beralih kepada ajaran Barat. Dengan memunculkan ide nasionalisme di kalangan kaum muslimin, meniupkan sentimen Arab dan Turki. Kemudian menyulut pertikaian antara sekte-sekte Kristen sendiri dengan tujuan untuk mengundang campur tangan negara Barat di wilayah Daulah Utsmani.

Kemudian melangkah ke tahap berikutnya, menyiapkan kondisi menuju terciptanya revolusi menentang Daulah Khilafah. Dengan bantuan misionaris tersebut, akhirnya Barat dengan mudah memecah belah Daulah Khilafah Ustmani menjadi lebih dari 50 negara nasional seperti yang kita lihat sekarang.

Sampai sekarang gerakan kristenisasi tersebut sulit untuk dihentikan. Apalagi dengan kondisi sistem demokrasi seperti sekarang. Mereka lebih leluasa lagi untuk bergerak dengan dalih demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia. Di Iran saja sejak TV satelit diizinkan sudah 50.000 muslim murtad.

Satu hal yang harus kita catat, bahwa orang-orang kafir tersebut telah berhasil melebihi dari gambaran banyaknya jumlah orang yang dimurtadkan. Sebab mereka telah berhasil menjadikan kaum muslimin meninggalkan Islam baik disadari atau tidak, seperti yang diucapkan Samuel Zwemer dalam Muأ¢â‚¬â„¢tamar Kristen di Quds tahun 1935 M: أ¢â‚¬إ“أ¢â‚¬آ¦ tetapi tugas missionaris Kristen di negara-negara Islam yang telah didukung oleh negara-negara Kristen bukanlah berupaya untuk mengkristenkan ummat Islam, sebab hal ini merupakan suatu petunjuk dan penghormatan bagi mereka. Tetapi tugas kalian yang terpenting ialah memurtadkan orang Islam dari agama mereka agar menjadi orang yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan Allah. Kemudian tidak mempunyai hubungan dengan moral yang telah menjadi landasan hidup seluruh bangsa.أ¢â‚¬آ‌

Dengan kenyataaan sperti ini tidak mungkin menghentikan laju gerak mereka kecuali dengan kekuatan Daulah Khilafah, suatu sistem kenegaraan yang didasarkan pada akidah Islamiyah. Karena dengan sistem Khilafah celah-celah yang bisa digunakan untuk kristenisasi tertutup rapat. Dengan Khilafah sajalah akidah ummat terlindungi dari ide sesat yang menyesatkan. Itu sebabnya, perjuangan menegakkannya bersifat sangat amat segera dan memerlukan perhatian yang besar dari kita.. Waullahuأ¢â‚¬â„¢alam bishowab [D. Saputra]

Awas!,Ada Nabi Palsu!

Ketipu punya uang palsu? Atau tas bermerk tapi palsu? Atau jam tangan palsu? Pastinya nyesek banget dada kita kalo punya barang yang ternyata ketauan palsu. Udah mahal, eh taunya kagak orisinil. Apalagi kalo udah sempet kita bangga-banggain ama temen-temen, aduh mokal berat. Rasanya pengen deh ditelen bumi.

Tapi nggak ada yang lebih bikin ati kesel kalo ternyata ada nabi palsu. Yoi, jaman canggih kayak begini bukan cuma duit atau barang-barang branded yang bisa dipalsuin, tapi nabi juga bisa dibikin tiruannya. Contohnya adalah apa yang diyakini ama orang-orang di aliran al-Qiyadah al-Islamiyah. Mereka ngakunya udah punya nabi lagi setelah Muhammad saw. Malah mereka udah bersyahadat ulang dengan mengganti lafadz “wa asyhadu anna Muhammad ar rasulullah” menjadi “wa asyhadu anna al masih al maw’ud ar rasulullah”. Astaghfirullah al adzim wa na’udzubillahi min dzalik! Jadi aja jamaah al-Qiyadah al-Islamiyah ini diuber-uber kaum muslimin yang keki. Markasnya disatroni umat, dan ajarannya dihujat sebagai sesat. Iyalah, emang jelas-jelas sesat!

Balada nabi palsu

Adalah seorang lelaki paruh baya bernama Ahmad Mushaddeq yang mengaku mendapat wahyu setelah bertapa di padepokannya di sebuah kawasan di Bogor. Setelah itu ia memproklamirkan diri sebagai nabi berikutnya setelah Rasulullah saw. dengan sebutan al masih al maw’ud. Ternyata, nggak sedikit orang yang percaya pada omongan mantan pelatih bulutangkis nasional ini. Dari pemberitaan sedikitnya 50 ribu orang pengikutnya tersebar di sejumlah kota di tanah air. Kebanyakan anak-anak muda, pelajar dan mahasiswa.

Beruntung, tak lama kemudian sejumlah ormas Islam termasuk MUI bergerak. Pemimpinnya dilaporkan ke kepolisian, pengikutnya ajak bertobat, dan ajarannya dinyatakan sesat. Terakhir sang nabi palsu ini pun menyerahkan diri ke pihak yang berwajib.

Sebetulnya bermunculannya orang-orang yang mengaku sebagai nabi palsu sudah ada sejak dahulu kala. Di jaman Nabi saw. masih hidup saja sudah ada orang yang berani mengaku-ngaku sebagai nabi. Yakni Aswad al-’Ansiy dan Musailamah al-Kadzdzab.

Aswad al-’Ansiy sebenarnya adalah Abhalah bin Ka’ab al-’Ansiy. Dia adalah kepala Bani Madzhij di daerah Yaman. Dia seorang tukang tenung (santet), tukang sihir, dan seorang yang kaya raya di Shan’a. Dia sangat berpengaruh di kalangan kaumnya dan banyak yang terpikat kepadanya karena kelebihannya. Banyak orang yang kagum kepadanya karena menyaksikan sihirnya yang menakjubkan. Pada akhir tahun ke-10 Hijriyah, Aswad telah memproklamirkan diri sebagai nabi yang ditunjuk oleh Allah. Menurut pengakuannya dia didampingi oleh dua malaikat yang memberitahukan kepadanya apa saja yang telah dan akan terjadi. Kedua malaikat itu bernama Suhaiq dan Syuqaiq. Sebenarnyalah kedua makhluk yang mendampingi Aswad adalah setan yang biasa mendampingi tukang sihir dan tukang tenung.

Kejahatan Aswad al-’Ansiy akhirnya dapat dihancurkan oleh kaum muslimin. Ia sendiri mati di tangan Fairuz ad-Daylamiy dengan cara dipenggal lehernya dalam keadaan mabuk.

Sedangkan Musailamah adalah Harun bin Habib al-Hanafiy. Dia adalah kepala suku Yamamah. Pada tahun ke-10 Hijriyah, dia bersama rombongannya sebagai utusan dari Bani Hanifah datang menghadap Nabi saw. di Madinah dan memeluk Islam. Namun sekembalinya dari Madinah dia berbalik menjadi kafir, murtad. Dia mendakwakan diri sebagai nabi.

Ternyata, selain punya motif keagamaan, Musailamah juga ingin kekuasaan. Lewat dua orang utusannya ia mengirim surat kepada Nabi saw. Isi suratnya sebagai berikut, “Dari Musailamah utusan Allah kepada Muhammad utusan Allah. Kesejahteraan semoga dilimpahkan atasmu. Aku telah bersekutu dalam urusan kenabian ini denganmu dan bagi kami separuh tanah dan bagi Quraisy separuh tanah, tetapi kaum Quraisy adalah kaum yang melampaui batas.”

Kejahatan Musailamah baru terhenti di masa kekhilafahan Abu Bakar ash-Shiddiq. Untuk mengatasi kekuatan pasukan Musailamah, Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq mengirim pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid ra. melalui peperangan yang dahsyat akhirnya kekuatan Musailamah dapat dimusnahkan. Ia sendiri mati ditombak oleh Wahsyi hingga tembus ke tubuh bagian belakangnya.

Tapi ternyata kemunculan nabi-nabi palsu tidak berhenti sampai di situ. Salah satu nabi palsu yang paling â€کngetop’ adalah Mirza Ghulam Ahmad. Dengan bantuan pemerintah kolonial Inggris, Mirza Ghulam Ahmad mendirikan ajaran Ahmadiyah Qadiyani. Dia sendiri menyatakan sebagai nabi setelah Rasulullah saw. Dia pun memperkenalkan kitab suci selain al-Quran, yakni kitab Tadzkirah. Karena dibantu oleh negara imperialis Inggris maka Ahmadiyah sampai sekarang masih bertahan. Bahkan pusat pergerakan agama itu berada di London.

Bahaya, Lho!

Munculnya nabi-nabi palsu itu jelas nggak diakui oleh agama Islam. Sejak kedatangan Rasulullah saw., umat manusia diingatkan bahwa nggak bakal ada lagi utusan Allah sepeninggal Beliau. Dalam al-Quran, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS al-Ahzab [33]: 40)

Selain itu, Nabi Muhammad saw. juga sudah berwasiat lho kepada kita semua bahwa emang nggak ada lagi nabi sepeninggal beliau. Sabdanya: “Dulu Bani Israil yang mengurus mereka adalah para nabi, jika salah seorang nabi wafat maka nabi yang lain menggantikannya. Tetapi sesungguhnya tak ada nabi setelahku, dan akan ada para khalifah dan jumlah mereka banyak.” Para sahabat bertanya, “Maka apa yang engkau perintahkah pada kami?” Jawab Rasulullah saw. “Penuhilah bai’at yang pertama dan pertama, dan berilah pada mereka hak mereka, sesungguhnya Allah akan menanyai mereka atas apa yang mereka urus.” (HR Muslim)

Nabi saw. juga pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah, “Wahai Ali tidakkah engkau ridlo kedudukanmu di sisiku seperti Harun as. bagi Musa as.? Akan tetapi bahwasanya tak ada lagi nabi sepeninggalku.” (HR. Bukhari)

So, guys, semoga semuanya jelas bahwa Rasulullah saw. emang nabi terakhir. Nggak ada lagi nabi berikutnya. Pengakuan mereka yang menyatakan diri sebagai nabi lagi bertentangan ama al-Quran dan as-Sunnah. Palsu banget dan nggak kreatif. Pelakunya jelas berdosa besar dan pasti udah keluar dari agama Islam (baca: murtad). Karena keimanan pada Allah juga harus dibarengi dengan iman pada kenabian Muhammad saw. sebagai penutup para nabi dan rasul. Nah, catet baik-baik deh ini. Ok?

Maka pelakunya kudu bertobat sebelum mereka mati. Apalagi kalo kemudian mereka menyebarkan ajarannya pada banyak orang, wah nggak kebayang sebanyak apa dosanya karena mengajarkan kesesatan pada orang lain. Rasulullah saw. bersabda: “…Dan siapa saja yang mencontohkan perbuatan yang buruk kemudian ia berbuat dengannya, maka ia mendapat balasannya dan balasan orang yang mengikutinya tanpa mengurangi balasan mereka sedikitpun,” (HR. Ibnu Majah)


Dakwah 4 Miliar!!!

Menilik judul artikel ini bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Dari jaman nabi hingga sekarang memang tidak terelakkan sebuah kenyataan bahwa dakwah memerlukan biaya. Dakwah merupakan aktivitas yang dilakukan secara terencana, bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan-kegiatannya yang merupakan perwujudan dari konsep dakwah itu sendiri haruslah bermutu dan tepat sasaran.

Dalam rangka merealisasikan konsep dakwah yang merupakan ruh dari berbagai harokah islamiah, tentunya dibutuhkan sarana (dana) untuk mewujudkan konsep-konsep dakwah dan rencana-rencana kegiatan tersebut menjadi sesuatu yang nyata yang bisa dilihat dan dirasakan oleh sasaran dakwahnya;

Andaikan dana bisa didapat dan diperoleh dengan halal sebesar 4 milliar, hmmm kira-kira mau diapain ya dana itu? mungkin untuk bikin suatu acara dakwah yang megah dan wah, atau mungkin untuk mendirikan pondok pesantren (eh kira-kira cukup engga ya?) atau,…

atau mungkin anda bisa membantu saya untuk memberikan ide, betul ekspresikan ide-ide dakwah anda dibawah artikel ini, anggap saja anda dapet dana dakwah sebesar 4 milliar, kira-kira mau diapain ya?

Moga-moga dengan membaca artikel ini, akan banyak bermunculan ide-ide dakwah yang bisa berguna bagi siapa saja yang memerlukannya. [Abu Fikri]


Yahudi,Dikator Media Massa Dunia

Cita-cita Yahudi untuk menggenggam dunia nampaknya hampir terkabul. Media massa, sebagai sarana efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak, berhasil dimiliki Yahudi. Itu sebabnya opini dunia selalu menguntungkan mereka dan merugikan umat Muslim. Apa yang bisa dilakukan kaum muslimin?

Jangan kaget kalo apa yang kamu baca, kamu dengar, dan kamu lihat nyaris semuanya dikendalikan kaum Yahudi. Nggak percaya? Di jalur media massa ini, Yahudi berhasil menyebarkan informasi yang cenderung menguntungkan mereka, baik dari segi bisnis maupun politis. Koran, majalah, tabloid, radio, bahkan televisi dan perusahaan film di Amerika di bawah kendali Yahudi. Jaringan mereka pun tersebar luas di seluruh dunia. Mantan wartawan Jawa Pos biro Washington DC, Djoko Susilo yang pernah tinggal di Amerika selama 4 tahun mengaku bila hampir semua media massa yang berpengaruh di Amerika semuanya dipegang orang-orang Yahudi. Walah?

Kartel Opini
Tercatat beberapa media yang berada di bawah kontrol Yahudi; The New York Times (terbit sejak 1941), The Wall Street Journal, dan The Washington Post. The Times (Inggris), The Daily Express, The News Chronicle, The Daily Mail, The Observer, The Mirror, koran The Sun dan The Times yang dimiliki Rupert Murdoch, mantan warga Australia yang pernah mendapat hadiah Bintang David, sebuah penghargaan tertinggi yang disampaikan oleh warga Yahudi-Israel. Selain itu ada juga Majalah Time, Newsweek, U.S. News & World Report. Di bawah payung perusahaan Time Warner Communication yang dipimpin seorang Yahudi bernama Gerald Levin, Majalah mingguan Time, mencapai sirkulasi hampir 4,1 juta. Newsweek, di bawah orang Yahudi bernama Katherine Meyer Graham telah memiliki sirkulasi mencapai hampir 3,2 juta eksemplar.

Fu`ad bin Sayyid Abdurrahman ar-Rifa’i dalam bukunya Yahudi dalam Informasi dan Organisasi, menunjukkan bagaimana kaum Yahudi memperkuat pengaruhnya lewat dominasi kantor berita, media massa, perfilman, keuangan dan lembaga dunia. Kantor berita terbesar dunia, Reuters, dibangun keturunan Yahudi, Julius Reuters. Kantor berita besar lainnya, Associated Press, International News Service dan United Press International, juga dimiliki orang Yahudi. Bahkan, surat kabar yang tidak terlalu besar pun, seperti The Sunday Times, The Chicago Sun Times dan The City Magazine, tidak mereka lepaskan.

Selain media cetak, beberapa konglomerat Yahudi berhasil merambah dunia broadcasting. Di jalur ini ada American Broadcasting Companies (ABC), Columbia Broadcasting System (CBS), National Broadcasting Company (NBC), dan Cable News Network (CNN). Dunia hiburan yang masih ada hubungan dengan media massa juga nggak dilepaskan dari kontrol Yahudi. Jajaran pengusaha top bisnis hiburan di Hollywood tercatat sebagai bagian dari jaringan media Yahudi. Sebut saja Perusahaan film Fox Company milik William Fox, Golden Company (Samuel Golden), Metro Company (Lewis Mayer), Warner & Bross Company (Harny Warner), serta Paramount Company milik Hod Dixon, merupakan perusahaan film yang punya pengaruh besar di bidangnya.

Bukan hanya itu, di AS hampir 90% pekerja film mulai dari sutradara, produser, editor, artis, dan krunya adalah orang-orang Yahudi. Luasnya keterlibatan orang-orang Yahudi di industri ini membuktikan bahwa mereka sangat mendominasi perfilman Amerika dan bahkan dunia.

Konglomerat hiburan terbesar saat ini seperti Walt Disney Company, dipimpin oleh seorang Yahudi bernama Michael Eisner (CEO), Disney memiliki beberapa anak perusahaan dibidang stasiun televisi. Misalnya Walt Disney Television, Touchstone Television, Buena Vista Television. Untuk film, Walt Disney memiliki Walt Disney Picture Group yang dikepalai oleh Joe Roth, seorang keturunan Yahudi. Termasuk juga Touchstone Pictures, Hollywood Pictures, dan Caravan Pictures. Disney juga memiliki Miramax Films. Wah, wah, wah.

Sobat muda, jaringan mereka cukup kuat juga. Di bisnis penerbitan buku, tercatat ada tiga penerbit kaliber raksasa dan cukup berpengaruh; Random House, Simon & Schuster, dan Time Inc. Book Co. Semuanya dimiliki pemodal Yahudi. Pimpinan eksekutif Simon & Schuster, Richard Snyder dan ketuanya Jeremy Kaplan, keduanya orang Yahudi. Malah di luar penerbit yang tiga di atas, Western Publishing tercatat ada pada peringkat paling atas, yang menerbitkan buku-buku untuk anak-anak, dengan pangsa pasar yang dikuasainya 50 persen dari pangsa pasar buku untuk anak-anak yang ada di dunia. CEO Western Publishing adalah Richard Bernstein, seorang Yahudi.

Celakanya bagi kita, media massa di berbagai negara kerapkali mengambil media-media massa besar tersebut sebagai rujukan beritanya. Termasuk di negeri ini tentunya. Hasilnya, opini yang berkembang jadi seragam. Bener lho. Gimana nggak seragam, wong yang diambil dari sono kok. Ambil contoh, media cetak di negeri kita aja suka mencantumkan sumbernya, seperti dari Reuters, CNN, AP dan lain sebagainya. Emang sih nggak semuanya media massa dikuasai Yahudi. Tapi gaswatnya, justru yang besar dan berpengaruh yang dimiliki mereka. Jadi, mau nggak mau kudu nelan mentah-mentah informasi yang diberikan mereka. Dan inget lho, film-film yang ditayangkan di televisi or di layar lebar di seluruh dunia, juga nggak lepas dari muatan yang dipesan oleh kalangan Yahudi. Paling nggak, hal itu akan mempengaruhi penilaian kita dalam menerima informasi. Apalagi kemasannya begitu memikat.

Tak salah jika George Gerbner dalam bukunya Mass Media and Human Communication Theory (1967) menyebutkan, أ¢â‚¬إ“Mass Communication is the technologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continous flow of messages in industrial societiesأ¢â‚¬آ‌ (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri).

Media massa sebagai agent of change
Mc.Luhan, penulis buku Understanding Media: The Extensive of Man, menyebutkan bahwa media massa adalah perpanjangan alat indera kita. Yup, dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh yang lainnya. Surat kabar pun, melalui proses yang disebut أ¢â‚¬إ“gatekeepingأ¢â‚¬آ‌ lebih banyak menyajikan berbagai berita tentang أ¢â‚¬إ“darah dan dadaأ¢â‚¬آ‌ (blood and breast) dari pada tentang contoh dan teladan. Itu sebabnya, kita nggak bisa, atau bahkan nggak sempat untuk mengecek peristiwa-peristiwa yang disajikan media. Boleh dibilang, kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa.

Televisi misalnya, kerap kali menyajikan tayangan kekerasan, dan itu membuat pemirsa televisi menganggap bahwa dunia ternyata lebih keras. Begitu pula ketika sebuah film ditonton, yang, biasanya dengan misi tertentu dari pembuatnya, akan memberikan kesan tersendiri bagi penontonnya. Filmأ‚آ Eraser misalnya, film laga yang dibintangi mantan binaragawan asal Austria, Arnold Schwarzenegger أ¢â‚¬ثœmenyisipkan pesan sekilasأ¢â‚¬â„¢ bahwa Hamas di Palestina adalah Teroris. Bisa diduga akibatnya, jika kemudian opini masyarakat tentang Hamas menjadi jelek. Belum lagi Film Schindler’s List besutan sutradara berdarah Yahudi, Steven Spielbergh, yang juga pernah menyutradarai film Jurassic Park,أ‚آ berhasil memanipulasi perasaan masyarakat dunia. Lewat film tersebut, kebencian terhadap kaum Yahudi berubah menjadi empati dan simpati. Inilah kekuatan sebuah media massa. Dahsyat!

Kamu pernah nonton sekuelnya film James Bond, yang berjudul Tomorrow Never Die? Nah, kisah dalam film itu kian menegaskan bahwa media massa benar-benar sebagai agent of change, alias agen pengubah. Bahkan di sinilah perang informasi bisa diwujudkan. Di film itu, Cina dan Inggris hampir saja perang, karena surat kabar Tomorrow menurunkan laporan terjadinya penembakan kapal perang Inggris oleh pesawat tempur Cina dan sebaliknya. Padahal, semua itu direkayasa oleh Tomorrow. Selain tujuan bisnis, ia juga mempunyai misi bahwa media memang efektif juga untuk memicu ketegangan. Ujungnya, meraih keuntungan secara politis.

Jadi nggak heran juga jika majalah TIME, dalam situs internet time.com edisi 17 September 2002 menurunkan berita yang menghebohkan tentang pengakuan Omar al-Faruq mengenai adanya jaringan terorisme al-Qaidah di Indonesia. Pada waktu bersamaan, CNN.com edisi 17 September 2002 menurunkan dua berita sekaligus, yaitu tentang adanya gerakan Islam fundamentalis di Asia Tenggara untuk mendirikan أ¢â‚¬إ“Super Stateأ¢â‚¬آ‌ dan berita tentang rincian operasi al-Qaidah dalam rangka memperluas jaringannya di Asia Tenggara.

Bagaimana dengan tanggapan masyarakat? Ada yang percaya, tapi tentu ada juga yang menganggapnya bahwa berita itu adalah akal-akalannya pemerintah AS yang memiliki link kuat dengan media-media berpengaruh di dunia tersebut. Celakanya, penentu kebijakan di negeri seperti kerbau dicocok hidung, mau aja ngikutin pesan (baca: tekanan) dari AS via informasi tersebut yang emang lagi bernafsu dalam kampanye memerangi apa yang mereka sebut sebagai terorisme.

Dalam kondisi seperti ini, media memang menjadi corong untuk membangun dan membentuk opini. Gawatnya, jika opini tersebut sudah diseleksi (baca: diplintir) oleh pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan keinginannya. Hasilnya, media massa telah berubah menjadi ancaman yang sangat mengerikan.

أ¢â‚¬ثœTradisiأ¢â‚¬â„¢ mengubah persepsi berlaku juga dalam tataran dunia hiburan. Kita tahu betapa gencarnya rumah produksi di Hollywood yang rata-rata dikuasai Yahudi, telah memberikan gambaran yang buruk kepada kita, kaum muslimin. Kalangan Yahudi punya semboyan: أ¢â‚¬إ“Kita tidak sekadar memberikan pengaruh yang menentukan dalam sistem politik yang kita kehendaki serta kontrol terhadap pemerintah; kita juga melakukan kontrol terhadap alam pikiran dan jiwa anak-anak merekaأ¢â‚¬آ‌ (Henry Ford, Sr., أ¢â‚¬إ“The International Jew: The World Foremost Problemأ¢â‚¬آ‌)

Perlukah media tandingan?
Hmmأ¢â‚¬آ¦ kalo begini ceritanya, genderang perang baru sudah ditabuh. Sekarang, saatnya perang opini. Tentunya, jika kita melihat fakta, pastinya bakalan keder duluan dengan hegemoni dari kartel opini Yahudi. Mereka ada di mana-mana, dan menyerang secara sistematis. Nyaris tak ada sasaran yang kelewat. Mulai dari pasar anak-anak, remaja, sampe dewasa. Lengkap. Dan harap diinget bahwa semuanya berpotensi untuk mengubah cara pandang dan penilaian kita terhadap perkembangan yang ada. Tentunya setelah mereka menyeleksi pesan apa yang diinginkan sesuai dengan kepentingannya sebelum disebar ke pembacanya dan pemirsanya.

Kalo setiap hari kita menelan mentah-mentah info yang disebar kartel opini Yahudi, maka nggak usah kaget kalo kita kemudian jadi terpengaruh dengan opini yang dikembangkan mereka. Sementara upaya untuk membendung kekuatan jaringan opini Yahudi nyaris kepayahan. Bukan apa-apa, media kita, Islam, jauh lebih sedikit dan kalah canggih ketimbang media yang dimiliki Yahudi. Tapi tentunya tidak melemahkan semangat kita untuk menandinginya. Kita justru tambah semangat.

Memang sih pengennya, atau idealnya kita punya juga media tandingan. Untuk mewujudkannya, bisa aja para konglomerat muslim menginvestasikan dananya untuk penerbitan media Islam. Memang bukan hal mudah, buktinya sampai sekarang para investor atau orang-orang Islam yang kaya mungkin kurang begitu peduli dengan urusan kayak begini. Mungkin juga karena mereka menganggap media Islam itu tidak menjanjikan keuntungan bagi mereka. Kalau itu permasalahannya, kan bisa dicari formula bacaan yang tepat dan juga manajemen yang profesional. Lagipula, untuk urusan dakwah bukankah keikhlasan dan keseriusan menjadi prioritas?

Kalo hal itu masih dirasa sulit juga, barangkali yang paling mungkin dilakukan dalam tataran solusi praktis adalah memilih dan memilah informasi. Namun hal ini pun nggak begitu mudah, kalo kita nggak punya filter. Apa filternya? Kita kudu mengetahui mana yang salah mana yang bener. Singkatnya begini deh, selalu merujuk kepada Islam. Dan tentunya ketika mendapat info, jangan langsung telen aja. Sebaliknya kudu selalu أ¢â‚¬ثœcurigaأ¢â‚¬â„¢ terhadap info yang disebar media asing (baca; bukan Islam).

Memang sih, kalo pengen benar-benar optimal, yang harus kita lakukan adalah menggalang kekuatan bersama dari seluruh kaum muslimin di dunia ini untuk membangun kesadaran dalam menyatukan pikiran dan perasaan, serta aturan. Kapan dimulainya? Sekarang dong.أ‚آ Jadi, mari ubah individu dengan melakukan perubahan terhadap masyarakat. Kita bangun kembali masyarakat Islam dalam sebuah negara yang akan mampu melawan seluruh hegemoni kekuatan asing; tidak saja Yahudi, tapi seluruh kekuatan yang menghalangi Islam bakalan dilibas.. bas..bas. Yes, We are the champion my friends! [O. Solihin]





Catatan Kritis Untuk Islam Liberal

Meskipun kelahiran JIL (Jaringan Islam Liberal) Maret 2001 nampaknya membawa hal baru bagi sebagian orang, namun sesungguhnya ia bukanlah sama sekali baru. Agenda-agenda JIL sesungguhnya adalah kepanjangan imperialisme Baratأ‚ atas Dunia Islam yang sudah berlangsung sekitar 2-3 abad terakhir. Hanya saja, bentuknya memang tidak lagi telanjang, tetapi mengatasnamakan Islam. Jadi istilah أ¢â‚¬إ“Islam Liberalأ¢â‚¬آ‌ bukanlah suatu kebetulan, namun sebuah istilah yang dipilih dengan sengaja untuk mengurangi kecurigaan umat Islam dan sekaligus untuk menobatkan diri (sendiri) bahwa أ¢â‚¬إ“Islam Liberalأ¢â‚¬آ‌ adalah bagian dari Islam, seperti halnya jenis-jenis pemahaman Islam lainnya (www.islamlib.com). Sesungguhnya أ¢â‚¬إ“Islam Liberalأ¢â‚¬آ‌ adalah peradaban Barat yang diartikulasikan dengan bahasa dan idiom-idiom keislaman. Islam hanyalah kulit atau kemasan. Namun saripati atau substansinya adalah peradaban atau ideologi Barat, bukan yang lain.

Untuk membuktikan deklarasi di atas, baiklah kita lihat dua dasar argumentasinya. Yaitu : (1) hakikat imperalisme itu sendiri, dan (2) kerangka ideologi Barat (kapitalisme). Pemahaman hakikat imperialisme akan menjadi landasan untuk memilah apakah suatu agenda termasuk aksi imperalisme atau bukan. Sedang kerangka ideologi kapitalisme, akan menjadi dasar untuk menilai apakah sebuah pemikiran termasuk dalam ideologi kapitalisme atau bukan, atau untuk mengevaluasi sebuah metode berpikir, apakah ia metode berpikir kapitalistik atau bukan.

Imperalisme
Imperialisme (al-istiأ¢â‚¬â„¢mar) itu sendiri, menurut Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Mafahim Siyasiyah li Hizb At-Tahrir (1969:13) adalah pemaksaan dominasi politik, militer, budaya dan ekonomi atas negeri-negeri yang dikalahkan untuk kemudian dieksploitasi. Dua kata kunci imperialisme yang patut dicatat : pemaksaan dominasi, dan eksploitasi. Maka jika sebuah negara melakukan aksi imperalisme atas negara lain, artinya, negara penjajah itu akan memaksakan kehendaknyaأ‚ kepada negara lain, sehingga negara yang dijajah itu mau tak mau harus mengikuti negara penjajah dalam hal haluan politik, program ekonomi rancangannya, budaya dan cara berpikirnya, serta pembatasan dan penggunaan sarana militernya. Semua ini adalah demi keuntungan negara penjajah sendiri. Jika negara yang dijajah menolak atau melawan, ia akan mendapat sanksi dan hukuman dari sang penjajah. Inilah hakikat imperialisme.

Imperialisme ini, menurut An-Nabhani (1969:13), adalah metode (thariqah) baku –tak berubah-ubah– untuk menyebarluaskan ideologi kapitalisme, yang berpangkal pada sekularisme, atau pemisahan agama dari kehidupan (fashl al-din أ¢â‚¬ثœan al-hayah). Tak mungkin ada penyebarluasan kapitalisme, kecuali melalui jalan imperialisme. Atau dengan kata lain, manakala negara penganut kapitalisme ingin menancapkan cengkeramannya pada negara lain, ia akan melakukan aksi-aksi imperialisme dalam segala bentuknya, baik dalam aspek politik, militer, budaya, dan ekonomi. Berhasil tidaknya aksi imperalisme ini, diukur dari sejauh mana ideologi kapitalisme tertanam dalam jiwa penduduk negeri jajahan dan sejauh mana negara penjajah mendapat manfaat dari aksi penjajahannya itu. Jika penduduk negeri jajahan sudah mengimani kapitalisme أ¢â‚¬â€œyang berpangkal pada paham sekularisme–أ‚ atau dari negeri itu dapat diambil berbagai keuntungan bagi kepentingan imperialis, berarti aksi imperialisme telah sukses.

Kerangka Ideologi Kapitalisme
Kapitalisme pada dasarnya adalah nama sistem ekonomi yang diterapkan di Barat. Milton H. Spencer (1977) dalam Contemporary Macro Economics mengatakan bahwa kapitalisme adalah sistem organisasi ekonomi yang bercirikan kepemilikan individu atas sarana produksi dan distribusi, serta pemanfaatan sarana produksi dan distribusi itu untuk memperoleh laba dalam mekanisme pasar yang kompetitif (lihat juga A. Rand, Capitalism: The Unknown Ideal, New York : A Signet Book, 1970). Karena fenomena ekonomi ini sangat menonjol dalam peradaban Barat, maka, menurut Taqiyyudin An Nabhani, kapitalisme kemudian digunakan juga untuk menamai ideologi yang ada di negara-negara Barat, sebagai sistem sosial yang menyeluruh (An Nabhani, Nizham Al-Islam, 2001:26; W. Ebenstein, Isme-Isme Dewasa Iniأ‚ (terjemahan), Jakarta : Erlangga, 1990).

Sebagai sebuah ideologi (Arab : mabdaأ¢â‚¬â„¢), kapitalisme mempunyai aqidah (ide dasar) dan ide-ide cabang yang dibangun di atas aqidah tersebut. Aqidah di sini dipahami sebagai pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Aqidah kapitalisme adalah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), sebuah ide yang muncul di Eropa sebagai jalan tengah antara dua ide ekstrem, yaitu keharusan dominasi agama (Katolik) dalam segala aspek kehidupan, dan penolakan total eksistensi agama (Katolik). Akhirnya, agama tetap diakui eksistensinya, hanya saja perannya dibatasi pada aspek ritual, tidak mengatur urusan kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya (An-Nabhani, 2001:28).

Di atas aqidah (ide dasar) sekularisme ini, dibangunlah berbagai ide cabang dalam ideologi kapitalisme, seperti demokrasi dan kebebasan. Ketika cabang agama sudah dipisahkan dari kehidupan, berarti agama dianggap tak punya otoritas lagi untuk mengatur kehidupan. Jika demikian, maka manusia itu sendirilah yang mengatur hidupnya, bukan agama. Dari sinilah lahir demokrasi, yang berpangkal pada ide menjadikan rakyat sebagai sumber kekuasaan-kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif) sekaligus pemilik kedaulatan (pembuat hukum) (An-Nabhani, 2001:27).

Demokrasi ini, selanjutnya membutuhkan prasyarat kebebasan. Sebab tanpa kebebasan, rakyat tidak dapat mengekspresikan kehendaknya dengan sempurna, baik ketika rakyat berfungsi sebagai sumber kekuasaan, maupun sebagai pemilik kedaulatan. Kebebasan ini dapat terwujud dalam kebebasan beragama (hurriyah al-aqidah), kebebasan kepemilikan (hurriyah at-tamalluk), kebebasan berpendapatأ‚ (hurriyah al-ar`y), dan kebebasan berperilaku (al-hurriyah asy-syakhshiyyah) (Abdul Qadim Zallum, Ad-Dimuqrathiyah Nizham Kufr, 1993).

Mengkritisi JIL
Paparan dua pemikiran di atas, yaitu tentang imperialisme dan kerangka ideologi kapitalisme, dimaksudkan sebagai pisau analisis untuk membedah JIL, untuk menjawab pertanyaan : Benarkah agenda-agenda JIL adalah kepanjangan imperialisme Barat ? Benarkah ide-ide JIL adalah ideologiأ‚ kapitalisme berkedok Islam ?

Jawabnya : IYA. Mengapa ? Sebab agenda-agenda dan ide-ide JIL dapat dipahami dalam kerangka kepanjangan imperalisme Barat atas Dunia Islam. Selain itu, ide-ide JIL itu sendiri, dapat dipahami sebagai ide-ide pokok dalam ideologi kapitalisme, yang kemudian dicari-cari pembenarannya dari khazanah Islam.

Mereka yang mencermati dan mengkritisi agenda dan pemikiran JIL, kiranya akan menemukan benang merah antara imperialisme Barat dan agenda JIL. Adian Husaini dan Nuim Hidayat dalam bukunya Islam Liberal : Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabanya (2002:3) mengutip Luthfi Asy-Syaukanie, bahwa setidaknya ada empat agenda utama Islam Liberal, yaitu agenda politik, agenda toleransi agama, agenda emansipasi wanita, dan agenda kebebasan berekpresi. Dalam agenda politik, misalnya, kaum muslimin أ¢â‚¬إ“diarahkanأ¢â‚¬آ‌ oleh JIL untuk mempercayai sekularisme, dan menolak sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Perdebatan sistem pemerintahan Islam, kata Luthfi Asy-Syaukanie, dianggap sudah selesai, karena sudah ada para intelektual seperti Ali Abdur Raziq (Mesir), Ahmad Khalafallah (Mesir), Mahmud Taleqani (Iran), dan Nurcholish Madjid (Indonesia) yang mengatakan bahwa persoalan tersebut adalah masalah itjihadi dan diserahkan sepenuhnya kepada kaum muslimin (Ibid.).

Pertanyaannya adalah, sejak kapan kaum muslimin menganggap persoalan ini أ¢â‚¬إ“sudah selesaiأ¢â‚¬آ‌أ‚ ? Apakah sejak Ali Abdur Raziq menulis kitabnya Al-Islam wa Ushul Al-Hukm (1925) yang sesungguhnya adalah karya orientalis Inggris Thomas W. Arnold ? Apakah sejak Khilafah di Turki dihancurkan pada tahun 1942 oleh gembong imperalis, Inggris, dengan menggunakan Mustahafa kamal ? Apakah sejak negara-negara imperalis melalui penguasa-penguasa Dunia Islam yang kejam menumpas upaya mewujudkan kembali sistem pemerintahan Islam ? Dan juga, apakah nama-nama intelektual yang disebut Luthfi cukup respresentatif mewakili umat Islam seluruh dunia di sepanjang masa, ataukah mereka justru menyuarakan aspirasi penjajah ?

Yang ingin disampaikan adalah, persoalan hubungan agama dan negara, memang boleh dikatakan sudah selesai, di negara-negara Barat. Namun persoalan ini jelas belum selesai di Dunia Islam (Th. Sumartana, أ¢â‚¬إ“Kata Pengantarأ¢â‚¬آ‌ dalam Robert Audi, Agama dan Nalar Sekuler dalam Masyarakat Liberal, 2002:xvii-xviii). Dari sini dapat dipahami, bahwa tugas JIL adalah membuat selesai persoalan yang belum selesai ini. Maka ada kesejajaran antara agenda politik JIL ini dengan aksi imperliasme Barat, yang selalu memaksakan sekularisme atas Dunia Islam dengan kekerasan dan darah.

Agenda-agenda lainnya di bidang toleransi (pluralisme agama), misalnya anggapan semua agama benar dan takأ‚ boleh ada truth claim, agenda emansipasi wanita, seperti menyamaratakan secara absolut peran atau hak pria dan wanita tanpa kecuali (dan tanpa ampun), dan agenda kebebasan berekspresi, seperti hak untuk tidak beragama (astaghfirullah), tak jauh bedanya dengan agenda politik di atas. Semua ide-ide ini pada ujung-ujungnya, pada muaranya, kembali kepada ideologi dan kepentingan imperialis. Sulit sekali –untuk tak mengatakanأ‚ mustahilأ¢â‚¬â€‌mencari akar pemikiran-pemikiran tersebut dari Islam itu sendiri secara murni, kecuali setelah melalui pemerkosaan teks-teks Al-Qurأ¢â‚¬â„¢an dan As- Sunnah. Misalnya teologi pluralisme yang menganggap semua agama benar, sebenarnya berasal dari hasil Konsili Vatikan II (1963-1965) yang merevisi prinsip extra ecclesium nulla salus (di luar Kattolik tak ada keselamatan) menjadi teologi inklusif-pluralis, yang menyatakan keselamatan dimungkinkan ada di luar Katolik. (Husaini & Hidayat, op.cit., hal.110-111). Infiltrasi ide tersebut ke tubuh umat Islam dengan justifikasi QS Al-Baqarah : 62 dan QS Al-Maidah : 69 jelas sia-sia, karena kontradiktif dengan ayat-ayat yang menegaskan kebatilan agama selain Islam (QS Ali Imran : 19, QS At-Taubah : 29).

Agenda-agenda JIL tersebut jika dibaca dari perspektif kritis, menurut Adian Husaini dan Nuim Hidayat, bertujuan untuk menghancurkan Aqidah Islamiyah dan Syariah Islamiyah (Ibid., hal.81 & 131). Tentunya mudah dipahami, bahwa setelah Aqidah dan Syariah Islam hancur, maka sebagai penggantinya adalah aqidah penjajah (sekularisme) dan syariah penjajah (hukum positif warisan penjajah yang sekularistik). Di sinilah titik temu agenda JIL dengan proyek imperalisme Barat. Maka, sungguh tak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa agenda JIL adalah kepanjangan imperalisme global atas Dunia Islam yang dijalankan negara-negara Barat kapitalis, khususnya Amerika Serikat.

Ini dari segi kaitan agenda JIL dengan imperialisme. Adapun ide-ide JIL itu sendiri, maka berdasarkan kerangka ideologi kapitalisme yang telah disinggung secara singkat diatas, dapatlah kiranya dinyatakan bahwa ide-ide JIL sesungguhnya adalah ide-ide kapitalisme. Luthfi Asy-Syaukanie (ed.) dalam Wajah Liberal Islam di Indonesia (2002) telah berhasil menyajikan deskripsi dan peta ide-ide JIL. Jika dikritisi, kesimpulannya adalah di sana ada banyak imitasi (baca:taqlid) sempurna terhadap ideologi kapitalisme. Tentu ada kreativitas dan modifikasi. Khususnya pencarian ayat atau hadits atau preseden sejarah yang kemudian ditafsirkan secara paksa agar cocok dengan kapitalisme.

Ide-ide kapitalisme itu misalnya : (1) sekularisme, (2) demokrasi, dan (3) kebebasan. Dukungan kepada sekularisme أ¢â‚¬â€œpengalaman partikular Baratأ¢â‚¬â€‌ nampak misalnya dari penolakan terhadap bentuk sistem pemerintahan Islam (Ibid., hal. xxv), dan penolakan syariat Islam (Ibid., hal.30). Demokrasi pun begitu saja diterima tanpa nalar kritis dan dianggap kompetibel dengan nilai-nilai Islam seperti أ¢â‚¬ثœadl (keadilan), persamaan (musawah), dan syura (Ibid., hal. 36). Kebebasan yang absolut tanpa mengenal batas أ¢â‚¬â€œyang nampaknyaأ‚ sangat disakralkan JILأ¢â‚¬â€œdidukung dalam banyak statemen dengan beraneka ungkapan : أ¢â‚¬إ“tidak boleh ada pemaksaan jilbabأ¢â‚¬آ‌ (Ibid., hal. 129), أ¢â‚¬إ“harus ada kebebasan tidak beragamأ¢â‚¬آ‌ (Ibid., hal. 135), أ¢â‚¬إ“orang beragama tidak boleh dipaksa.أ¢â‚¬آ‌ (Ibid., hal. 139 & 142), dan sebagainya.

Kentalnya ide-ide pokok kapitalisme dan berbagai derivatnya ini, masih ditambah dengan suatu metode berpikir yang kapitalistik pula, yaitu menjadikan ideologi kapitalisme sebagai standar pemikiran. Ide-ideأ‚ kapitalisme diterima lebih dulu secara taken for granted. Kapitalisme dianggap benar lebih dulu secara absolut, tanpa pemberian peluang untuk didebat (ghair qabli li an-niqasy) dan tanpa ada kesempatan untuk diubah (ghair qabli li at-taghyir). Lalu ide-ide kapitalisme itu dijadikan cara pandang (dan hakim!) untuk menilai dan mengadili Islam. Konsep-konsep Islam yang dianggap sesuai dengan kapitalisme akan diterima. Tapi sebaliknya kalau bertentangan dengan kapitalisme, akan ditolak dengan berbagai dalih. Misalnya penolakan JIL terhadap konsep dawlah islamiyah (negara Islam) (Ibid., hal. 291), yang berarti konsep ini dihakimi dan diadili dengan persepktif sekuler yang merupakan pengalaman sempit dan partikular dari Barat. Padahal sekularisme adalah konsep lokal (Barat), dan tidak bisa dipaksakan secara universal atas Dunia selain-Barat Th, Sumartana mengatakan :

أ¢â‚¬إ“Apa yang sudah terjadi di Barat sehubungan dengan hubungan antara agama dan negara, sesungguhnya dari awal bercorak lokal dan berlaku terbatas, tidak universal. Dan prinsip-prinsip yang dilahirkannya bukan pula bisa dianggap sebagai resep mujarab untuk mengobati komplikasi yang terjadi antara negara dan agama di bagian dunia yang lain.أ¢â‚¬آ‌ (Th. Sumartana, أ¢â‚¬إ“Kata Pengantarأ¢â‚¬آ‌ dalam Robert Audi, Agama dan Nalar Sekuler dalam Masyarakat Liberal,أ‚ 2002:xiv).

Dan patut dicatat, sekularisme tak pernah menjadi konsep yang berlaku di Dunia Islam seperti saat ini, kecuali melalui jalan imperalisme Barat yang kejam, penuh darah, dan tak mengenal perikemanusian.

Penutup
Kesimpulan paling sederhana dari uraian di atas adalah bahwa agenda-agenda JIL tak bisa dilepaskan dari imperalisme Barat atas Dunia Islam. Ide-ide yang diusung JIL pun sebenarnya palsu, karena yang ditawarkan adalah kapitalisme, bukan Islam. Agar laku, lalu diberi label Islam. Islam hanya sekedar simbol, bukan substansi ide JIL. Jadi JIL telah menghunus dua pisau yang akan segera ditusukkan ke tubuh umat Islam, yaitu pisau politis dan pisau ideologis. Semua itu untuk menikam umat, agar umat Islam kehabisan darah (baca:karakter Islamnya) lalu bertaqlid buta kepada JIL dengan menganut peradaban Barat.

Jika memang dapat dikatakan bahwa JIL adalah bagian dari proyek imperalisme Barat, maka JIL sebenarnya mengarah ke jalan buntu.أ‚ Tidak ada perubahan apa pun. Tidak ada transformasi apa pun. Sebab yang ada adalah legitimasi terhadap dominasi dan hegemoni kapitalisme (yang, toh, sudah berlangsung). Dan pada saat yang sama, yang ada adalah pementahan dan penjegalan perjuangan umat untuk kembali kepada Islam yang hakiki, yang terlepas dari hegemoni kapitalisme.

Jadi, Anda masih percaya JIL ? Kalau begitu, saya ucapkan selamat jalan menuju jalan buntu. Semoga tidak nabrak. [Muhammad Shiddiq Al Jawi**]
- - - - -
*أ‚ Disampaikan dalam Seminar Nasional dan Bedah Buku أ¢â‚¬إ“Wajah Liberal Islam di Indonesiaأ¢â‚¬آ‌, diselenggarakan oleh HMJ Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, di Auditorium UNDIP Pleburan, Semarang, pada hari Selasa 8 Oktober 2002.
**أ‚ Aktivis Hizbut Tahrir.

Si Entong

Sobat muda muslim, yang suka nemenin adiknya (kalo saya nemenin anak) nonton tivi kayaknya agak-agak apal, atau bahkan apal banget ama sinetron yang tayang di TPI, yakni Si Entong (Abunawas dari Betawi). Sebagai hiburan, sinetron yang skenarionya ditulis oleh Ayesha Adam, Imam Salimy, dan Zainal Radar T memang oke banget. Lucu dan tokoh-tokohnya sangat berkarakter, sehingga pemirsa yang sering nonton sinetron ini mengenal betul karakter khas para tokohnya.

Sinetron bergenre drama komedi religi ini dibintangi oleh Fachri (Entong), Adi Bing Slamet (Ustad Somad), Rheina Ipeh (Fatimah), Hafiz API (Salim) Ana Shierly (Mpok Lela) dan pemeran lainnya. Sinetron ini mengisahkan kehidupan Entong, anak lelaki berusia 12 tahun, anak semata wayang Fatimah. Ayahnya sih udah meninggal dunia. Penampilan Entong yang suka berpeci merah dan mengenakan kain sarung yang dikalungkan di lehernya ini punya guru ngaji, namanya Ustad Somad.

Layaknya anak-anak yang lain, Entong juga punya teman sekaligus أ¢â‚¬ثœmusuhأ¢â‚¬â„¢ bebuyutannya, yakni Memet, Udin, Ucup, dan Siti. Meski kalo dilihat sebenarnya yang dominan nakal tuh Memet, ketiga kawannya sih cenderung ngikutin aja apa maunya Memet. Apalagi Siti, meski banyak nge-gank ama Memet, tapi suka curi-curi kesempatan biar bisa ketemuan ama Entong. Maklum Siti nih suka ama Entong.

Banyak kejadian kocak khas Betawi dalam sinetron ini. Berbagai peristiwa dikemas dengan menarik meski sebenarnya kejadian yang biasa terjadi sehari-hari. Barangkali di sinilah kekuatan sinetron Si Entong ini.

Meski demikian, bukan berarti sinetron ini adalah tontonan yang aman buat anak-anak dan bahkan untuk orangtua. Lho kok?

Tanya kenapa?
Pertama, sinetron ini kerap mengeksploitasi hal-hal yang nggak masuk akal. Dari judul per episodenya aja bisa ketahuan, misalnya Pancing Ajaib, Gelang Laba-laba Ajaib, Baju Ajaib, Tongkat Ajaib dan lainnya. Ada sih judul yang nggak pake kata ajaib, tapi umumnya cerita itu ya seputar keajaiban juga. Pada episode Senter Wasiat misalnya, senter yang dimiliki Entong, kalo disorotkan ke wajah orang, maka tuh orang wajahnya langsung jadi cantik atau ganteng. Kalo disorotkan ke makanan, maka makanan tiba-tiba jadi banyak.

Hmmأ¢â‚¬آ¦ juga dalam episode Memet Jadi Dua, Ustad Somad menjelaskan ketika ngisi pengajiannya Entong Cs, bahwa manusia itu punya teman dalam dirinya, yang disebut hati nurani atau hati kecil. Memet yang penasaran pas nyampe rumah langsung bercermin dan mencari-cari teman dalam dirinya. Tapi nggak nemu. Eh, pas Memet pergi malah bayangannyaأ‚آ di cermin nggak mau pergi. Tetap ada di cermin, bahkan bisa keluar kemudian main layaknya Memet yang asli. Nah, bayangannya itu disebut Mumut. Hihi.. lucu dan kreatif, plus menghibur. Yup, memang sinetron ini sifatnya hiburan, tapi kenapa harus melanggar logika?

Ya, mungkin manusia memang menyukai hal-hal yang ajaib dan segala hal yang berkaitan dengan kekuatan atau kelebihan ideal yang diinginkannya dari diri atau sebuah benda. أ¢â‚¬ثœKebiasaanأ¢â‚¬â„¢ menyukai hal yang ajaib ini memang bukan milik orang-orang sini aja, di Amerika pun udah ada sejak dulu. Misalnya cerita Superman, Batman, Catwoman, Hulk, X-Men, Fantastic Four, Spiderman, Captain America dan cerita superhero fiksi lainnya.

Jangankan anak-anak, orang dewasa aja suka. Apalagi setelah diangkat ke layar lebar, gambaran kekuatan tokoh superhero yang ada di komik jadi lebih terasa nyata dengan bantuan teknologi. Misalnya saja film X-Men (yang diangkat dari komik karya Stan Lee dan Jack Kirby), tokoh Wolverine/Logan yang memiliki cakar besi di tangannya jadi kelihatan gagah. Juga Ororo Munroe/Storm yang punya kekuatan menghadirkan badai petir, nampak lebih keren dengan bantuan efek. Scott Summers/Cyclops bisa nyemburin api dari matanya. Wah, kalo mo dipreteli satu-satu bakalan banyak dan nggak cukup halamannya di buletin ini.

Kedua, sinetron Si Entong ini sering nampilin adegan pergaulan antara laki-perempuan yang longgar, khususnya tokoh yang dewasa. Misalnya, adegan tentang Ustad Somad yang kerap mampir ke warungnya Fatimah yang janda itu. Kalo ketemuan, duduknya juga suka deketan. Apalagi Fatimah naksir berat sama Ustad Somad. Begitu juga Ustad Somad dengan Jamilah. Jamilah diajarin ngaji sama Ustad Somad. Lha, apa nggak ada ustazah tuh buat ngajarin kaum Hawa?

Oke, mungkin bagi sebagian orang hal ini dianggap wajar. Toh, dalam kehidupan sehari-hari juga banyak yang begitu. Cuma persoalannya nih, apakah realita yang ada di tengah kehidupan itu nggak bisa kita nilai? Hanya dibiarkan apa adanya dan bahkan dijadikan inspirasi tanpa ada penilaian dari si penulis cerita untuk menjelaskan bahwa hal itu sebenarnya nggak boleh?

Ketiga, obrolan yang ditampilkan kerap kasar dan tidak mendidik anak-anak. Apalagi kalo tokoh Salim dan Samin bertemu, pasti banyak ungkapan, obrolan, sindiran, dan adegan yang nggak pantes ditonton. Setali tiga uang dengan Salim-Samin adalah tokoh Mpok Lela dan Mamake Memet, yakni Mpok Zaenab. Dua orang ini kerap mengumbar ungkapan dan istilah yang juga nggak pantes untuk diteladani.

Sekadar hiburan?
Mungkin aja ada yang bertanya, emangnya nggak boleh kalo bikin cerita tentang khayalan kayak X-Men dan sejenisnya, termasuk Si Entong, kan yang penting menghibur?

Sobat muda muslim, saya malah khawatir dengan pernyataan orang-orang yang menganggap bahwa hiburan ya hiburan dan itu bebas nilai. Hiburan dipercaya sebagai bagian dari kesenian dan ekspresi berkesenian. Mereka beralasan bahwa namanya juga hiburan, yang penting kan bisa mengobati kepenatan, kejenuhan dan membuat kita rileks.

Oke, penulis juga nggak anti kok sama hiburan, toh sinetron ini penulis tonton juga untuk mendampingi anak yang memang hobi nonton sinetron ini sambil harus rajin ngasih tahu mana yang benar-salah, mana yang baik-buruk, dan yang nggak boleh dan boleh dilakukan. Namun, jujur aja bahwa kita juga nggak bisa memantau setiap hari tontonan anak-anak. So, yang diperlukan adalah kerjasama dari pihak lain, khususnya yang bergelut di media massa televisi supaya nggak menampilkan film atau sinetron yang nggak mendidik. Baik aspek kognitif maupun afektifnya. Mungkin kalo orang dewasa sih nggak mudah dibohongi dengan cerita semacam itu. Tapi anak-anak? Nggak ada jaminan kan kalo kemudian nggak terpengaruh dengan melakukan adegan yang berhasil ditiru dari tokoh cerita tersebut?

Waktu kecil dulu, saya dan temen-temen main sering mengekspresikan diri dengan tokoh-tokoh superhero fiksi yang dilihat di televisi: Superman, Batman, Flash Gordon, Gundala dan sejenisnya.

Jadi, kalo pun ingin menampilkan cerita tersebut, harus ada penjelasan di akhir cerita bahwa itu sekadar khayalan belaka. Tapi menurut saya lebih baik bikin cerita yang masuk akal dan pendidikan yang sesuai dengan kenyataan kehidupan manusia pada umumnya.

Begitu pula apakah kita kembali berlindung dengan pernyataan: أ¢â‚¬إ“Ini kan hiburan. Nggak usah diributkan. Nikmati aja. Repot amat!أ¢â‚¬آ‌

Well, apakah kemudian kita berdalih pula ketika adik atau anak kita yang terpengaruh sebuah adegan atau obrolan dan ungkapan dari sebuah tayangan yang nggak mendidik, bahwa hal itu sekadar efek biasa dari sebuah hiburan? Sesederhana itukah berpikirnya? Padahal, kebiasaan akan berubah menjadi karakter. Bayangkan jika ada tokoh yang ditontonnya itu sering berkata tidak baik, kemudian ia mencontohnya dalam kehidupan nyata dan berlaku kasar kepada temen-temennya. Sudah saatnya kita menerapkan prinsip bahwa hiburan yang kadang disebut sebagai hasil ekspresi dari sebuah estetika, tetap harus berdampingan dengan etika. Nggak cuma menampilkan estetika (keindahan seni menghibur), tapi sekaligus selaras dengan etika. Utamanya, etika dalam ajaran agama kita, yakni Islam. Setuju kan? Yes! (backsound: harusnya ini jawabannya ya!)

Hiburan yang mendidik
Sobat, betul banget kalo dikatakan bahwa kita sangat butuh hiburan. Tapi kan masalahnya nggak semua hiburan bisa kita nikmati begitu saja. Ada ukuran dan nilai yang harus dimiliki sebuah hiburan sehingga kita nggak sembarang menikmati. Sebagai seorang muslim, tentu saja hiburan harus disesuaikan dengan standar ajaran Islam. Bukan ajaran yang lain. Itu sebabnya, meski kita butuh hiburan, tapi nggak melampiaskannya dengan dugem, kumpul bareng teman (campur-baur cowok-cewek) di diskotik dan menikmati irama musik yang hingar-bingar. Ya, bagi seorang muslim/muslimah, menikmati hiburan jenis itu jelas nggak sesuai ajaran Islam.

So, berarti kita kudu pandai-pandai memilih dan memilah jenis hiburan. Lebih bagus lagi jika kita bisa menikmati hiburan yang mendidik dan sekaligus sangat bermanfaat bagi perkembangan kognitif (ilmu pengetahuan), afektif (perasaan atau emosional), dan psikomotorik (keterampilan) yang sesuai dengan gaya hidup kita sebagai seorang muslim. Tul nggak sih?

Sobat, sebenarnya bisa saja hiburan kemudian dijadikan sarana untuk menyampaikan informasi yang benar dan mendidik. Sangat bisa dan sangat mungkin untuk digarap. Sehingga nggak sekadar hiburan an sich. Tapi ada nilai yang bisa membentuk kepribadian kita: baik pola pikir maupun pola sikap kita. Nilai yang benar dan baik tentunya. Bukan ukuran nilai universal atau humanisme, tapi nilai berdasarkan Islam. Malu dong, ngakunya muslim, tapi kelakuan sekuler abis, hedonis en permisif. Sungguh terlalu! (silakan nyebutin kalimat ini pake gaya Samin di sinetron Si Entong kalo mau hehehe..)

Insya Allah nggak ada ruginya ngajarin dan nyampein kebaikan. Hiburan yang baik dan bermanfaat dalam mendidik insya Allah selain membantu orang untuk menjadi benar dan baik, kita juga dapat pahala. Sebaliknya, kalo ngajarin keburukan tentu aja kita dapet bagiannya juga, yakni dosa. Rasulullah saw. bersabda:

أ™â€¦أ™إ½أ™â€ أ™â€™ أکآ³أ™إ½أ™â€ أ™â€کأ™إ½ أکآ³أ™آڈأ™â€ أ™â€کأ™إ½أکآ©أ™â€¹ أکآ­أ™إ½أکآ³أ™إ½أ™â€ أ™إ½أکآ©أ™â€¹ أ™آپأ™إ½أکآ¹أ™آڈأ™â€¦أ™آگأ™â€‍أ™إ½ أکآ¨أ™آگأ™â€،أ™إ½أکآ§ أ™ئ’أ™إ½أکآ§أ™â€ أ™إ½ أ™â€‍أ™إ½أ™â€،أ™آڈ أکآ£أ™إ½أکآ¬أ™â€™أکآ±أ™آڈأ™â€،أ™إ½أکآ§ أ™ث†أ™إ½أ™â€¦أ™آگأکآ«أ™â€™أ™â€‍أ™آڈ أکآ£أ™إ½أکآ¬أ™â€™أکآ±أ™آگ أ™â€¦أ™إ½أ™â€ أ™â€™ أکآ¹أ™إ½أ™â€¦أ™آگأ™â€‍أ™إ½ أکآ¨أ™آگأ™â€،أ™إ½أکآ§ أ™â€‍أکآ§أ™إ½ أ™إ أ™إ½أ™â€ أ™â€™أ™â€ڑأ™آڈأکآµأ™آڈ أ™â€¦أ™آگأ™â€ أ™â€™ أکآ£أ™آڈأکآ¬أ™آڈأ™ث†أکآ±أ™آگأ™â€،أ™آگأ™â€¦أ™â€™ أکآ´أ™إ½أ™إ أ™â€™أکآ¦أ™â€¹أکآ§ أ™ث†أ™إ½أ™â€¦أ™إ½أ™â€ أ™â€™ أکآ³أ™إ½أ™â€ أ™â€کأ™إ½ أکآ³أ™آڈأ™â€ أ™â€کأ™إ½أکآ©أ™â€¹ أکآ³أ™إ½أ™إ أ™â€کأ™آگأکآ¦أ™إ½أکآ©أ™â€¹ أ™آپأ™إ½أکآ¹أ™آڈأ™â€¦أ™آگأ™â€‍أ™إ½ أکآ¨أ™آگأ™â€،أ™إ½أکآ§ أ™ئ’أ™إ½أکآ§أ™â€ أ™إ½ أکآ¹أ™إ½أ™â€‍أ™إ½أ™إ أ™â€™أ™â€،أ™آگ أ™ث†أ™آگأکآ²أ™â€™أکآ±أ™آڈأ™â€،أ™إ½أکآ§ أ™ث†أ™إ½أ™ث†أ™آگأکآ²أ™â€™أکآ±أ™آڈ أ™â€¦أ™إ½أ™â€ أ™â€™ أکآ¹أ™إ½أ™â€¦أ™آگأ™â€‍أ™إ½ أکآ¨أ™آگأ™â€،أ™إ½أکآ§ أ™â€¦أ™آگأ™â€ أ™â€™ أکآ¨أ™إ½أکآ¹أ™â€™أکآ¯أ™آگأ™â€،أ™آگ أ™â€‍أکآ§أ™إ½ أ™إ أ™إ½أ™â€ أ™â€™أ™â€ڑأ™آڈأکآµأ™آڈ أ™â€¦أ™آگأ™â€ أ™â€™ أکآ£أ™إ½أ™ث†أ™â€™أکآ²أ™إ½أکآ§أکآ±أ™آگأ™â€،أ™آگأ™â€¦أ™â€™ أکآ´أ™إ½أ™إ أ™â€™أکآ¦أ™â€¹أکآ§

أ¢â‚¬إ“Siapa saja yang mencontohkan perbuatan yang baik kemudian beramal dengannya, maka ia mendapat balasannya (pahala) dan balasan serupa dari orang yang beramal dengannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan siapa saja yang mencontohkan perbuatan yang buruk kemudian ia berbuat dengannya, maka ia mendapat balasannya dan balasan orang yang mengikutinya tanpa mengurangi balasan mereka sedikit pun,أ¢â‚¬آ‌ (HR Ibnu Majah)

Oke deh, ini aja sekadar nasihat kecil buat أ¢â‚¬إ“Si Entongأ¢â‚¬آ‌, yakni bagi penulis ceritanya, produsernya, sutradaranya dan seluruh kru yang terlibat di sana. Ini nasihat karena Entong mengusung genre drama komedi religi (dalam hal ini nilai-nilai ajaran agama Islam). Jadi, ini sekadar tanda cinta dari saya untuk saling menasihati dan mengingatkan sesama muslim.